Kebijaksanaan dan Kesetiaan

Adapun raja Salomo mencintai banyak perempuan asing.
Di samping anak Firaun ia mencintai perempuan-perempuan Moab, Amon, Edom, Sidon dan Het, padahal tentang bangsa-bangsa itu TUHAN telah berfirman kepada orang Israel: “Janganlah kamu bergaul dengan mereka dan merekapun janganlah bergaul dengan kamu, sebab sesungguhnya mereka akan mencondongkan hatimu kepada allah-allah mereka.”
Hati Salomo telah terpaut kepada mereka dengan cinta.
Ia mempunyai tujuh ratus isteri dari kaum bangsawan dan tiga ratus gundik; isteri-isterinya itu menarik hatinya dari pada TUHAN.
Sebab pada waktu Salomo sudah tua, isteri-isterinya itu mencondongkan hatinya kepada allah-allah lain, sehingga ia tidak dengan sepenuh hati berpaut kepada TUHAN, Allahnya, seperti Daud, ayahnya.
Demikianlah Salomo mengikuti Asytoret, dewi orang Sidon, dan mengikuti Milkom, dewa kejijikan sembahan orang Amon, dan Salomo melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, dan ia tidak dengan sepenuh hati mengikuti TUHAN, seperti Daud, ayahnya.
(1Raja-Raja 11:1-6)

Jika dibandingkan dari segi kebijaksanaan Raja Salomo tidak ada tandingannya dibanding ayahnya Raja Daud.
Dari segi pengetahuan mungkin sangat besar juga peluang bahwa Raja Salomo unggul, ia seorang yang menulis lebih 3000 Amsal.
Dalam KBBI, amsal dijelaskan sebagai misal; umpama; perumpamaan , artinya ia menbandingkan secara sejajar suatu kejadian kejadian dengan suatu keadaan yang lebih sederhana sehingga kemungkinan mudah dimengerti bagi yang melihat dan bisa juga menyimpan rahasia-rahasia sehingga menarik minat orang untuk meneliti dan mempelajari.

Salah satu dari sekian Amsal yang dialamatkan ke Raja Salomo adalah:

Hati si pemalas penuh keinginan, tetapi sia-sia, sedangkan hati orang rajin diberi kelimpahan.
Orang benar benci kepada dusta, tetapi orang fasik memalukan dan memburukkan diri.
(Amsal 13:4-5)

Salomo tidak hanya kaya dalam pengetahuan tetapi ia juga kaya akan moralitas, ia seorang yang bijaksana. Bahkan ayahnya Raja Salomo sudah mengenali kekayaan itu,…sebelum Raja Daud meninggal beliau pernah mengatakan demikian:

…Sekarang janganlah bebaskan dia dari hukuman, sebab engkau seorang yang bijaksana dan tahu apa yang harus kaulakukan kepadanya untuk membuat yang ubanan itu turun dengan berdarah ke dalam dunia orang mati.”
(1Raja-Raja 2:9)

Kualitas seorang yang bisa dikumandangkan sebagai seorang yang rasionalis, logis, layak melangit, dalam hal pengajaran dan patron, ternyata menjadi didalam keadaan kalah juga, jatuh.

Kenapa?

Alkitab mengatakan, TUHAN berkata bahwa Raja Salomo tidak memiliki hati seperti Raja Daud.
Raja Daud dijadikan sebagai perlambang raja yang setia, raja yang sepenuh hati, raja yang mengenal TUHAN.
Dan karena itulah MESIAS yang akan datang itu selalu dihubungkan dengan Raja Daud, bahkan untuk menghargai kesetiaan Raja Daud kepada TUHAN, TUHAN memberi gelar kepada Mesias itu sebagai Anak Daud, yang dapat diartikan sebagai setia, dan dekat kepada TUHAN.

Kebijaksanaan dan kesetiaan adalah dua hal, masing-masing secara “kualitas” berbeda ada pada Raja Salomo dan Raja Daud,…. dan kesetiaan lebih unggul dalam memilah dan memilih dan hidup.

Mari kita memandang kebijaksanaan Raja Salomo.
Bicara bijaksana, mungkin kita berpikir bahwa memang TUHAN-lah Yang Bijaksana, seperti klaim YESUS, bahwa IA melebihi hikmat Salomo. Hikmat berbicara tentang menggunakan kebijakan/keahlian/kearifan, sedang kebijaksanaan berbicara tentang menggunakan hikmat itu, menggunakan pengetahuan, akal dan pikiran.
Salomo dipastikan memilih dengan hikmat dan kebijaksanaan. Bicara bijak ada segi moral/etika, bicara moral ada segi ‘enak dipandang orang’. Nah jika seorang memberi hadiah maka etikanya adalah hadiah itu diharuskan diterima, dalam kosa kata orang Indonesia disebut ‘pantang menolak rejeki‘.
Kejadian-kejadian seperti ini berlanjut terus sampai suatu saat bilangan ‘hadiah’ kepada Raja Salomo mencapai 700 istri dan 300 gundik. Nyaris semuanya adalah ‘hadiah’ akibat kebijaksaan dan hikmat yang tiada tara pada saat itu.

TUHAN pernah berjanji sewaktu TUHAN menampakkan diri kepadanya, bahwa kegemilangan, kejayaan akan diberikan jika ia taat.

Pilihan terpampang di depan wajah, kaya oleh Kuasa TUHAN atau kaya oleh hikmat?

Tetapi karena tidak ada faktor kesetiaan kepada TUHAN yang nyata pernah menampakkan diri kepadanya Raja Salomo menempuh segala keputusannya dengan hikmat, dengan kebijakan manusiawi.

Dan untuk itu ia dicatat sebagai seorang raja yang tidak seperti Raja Daud, yang setia dan sepenuh hati mengikut TUHAN.

Apa yang kamu minta?

Suatu waktu TUHAN bertanya kepada Salomo, “Apa yang kamu minta”.
Salomo meminta kebijaksanaan untuk menimbang hukum. .. singkatnya begitu.

Setiap hari kita memang diperhadapkan pada pilihan-pilihan. Yang radikal di dalam memilih menyebut dirinya “gelombang peragu”, berbau agnostik.. sejurus saja sudah menjadi ateis. Beberapa akan memberi contoh, tetapi peragu akan berkata kenapa contoh itu seperti itu, itu ngga rasional. Bahkan ketika kita menyuguhkan secangkir teh ia akan bertanya, “Apakah benar ini teh, atau…teh macam apa ini?”. Yang ragu melangkahkan kakinya pada jembatan yang dihajar dari belakang oleh segerombolan orang yang ingin menyeberang akan dihantam, sebab ia bertanya: “Apakah benar ini jembatan?, apakah benar jembatan ini sanggup menahan beban berat badanku?”.

Apa yang kita miliki memang amat sangat berpotensi untuk memberi ujung dua pilihan, hanya dua pilihan, bergerak atau tidak sama sekali. Dan karena disadari begitulah, maka Salomo meminta kebijaksanaan, untuk dapat memilah, memilih dan memutuskan.

Doa Nabi Musa yang terkenal antara lain, “Berilah kami hati yang bijaksana untuk dapat menghitung hari-hari kami”. Orang ini sedang meminta kebijaksanaan. Di 40 tahun pertama, Musa berjalan berputar-putar di gurun, panas terik, terkadang haus dan lapar, belum lagi umatnya yang memiliki keraguan selangit, Musa memohon kebijaksanaan, untuk dapat memilah, memilih dan memutuskan. Pernah ia memutuskan sendiri maka TUHAN menghantar dia hanya sebatas memandang dari sebuah gunung jauh atas tanah perjanjian itu.

Keraguan itu tidak menjadi masalah, dan itu lumrah… sebab memang kita sudah diperhadapkan kepada pengetahuan yang baik dan yang jahat, “Thanks to Adam and Eve for that”, hahaha…
yang menjadi masalah adalah ketika kita sudah diam di tempat, tidak berani menaiki tingginnya gunung Sinai, tidak berani beranjak, tidak berani melangkah, … dan lebih parah tidak berani memundak resiko.
Begitu banyak film-film laga menggambarkan beberapa peragu dengan akurat, peragu yang cenderung takut kepada apa yang belum ia lihat dan alami, sampai-sampai seseorang yang bisa saja disebut nekat, tetapi memiliki kepastian, mendorong si peragu, dan …yaaap, itu dia… mereka berdua akan tertawa bahagia, pada akhirnya mereka selamat. Mereka telah meloncat air terjun yang curam.

Iman berkata: “Bukti yang akan aku berikan kepadamu itu memang belum ada sekarang dan belum terlihat, tetapi itu akan terjadi dan pasti terjadi”.
Peragu berkata: “Karena bukti yang kamu sebut itu belum terlihat dan sepertinya tidak akan ada maka lebih baik aku ragu”.

Pikiran itu adalah pemberian, harta. Dan karena itulah Salomo meminta sesuatu yang dapat mengolahnya. Dan dari apa yang dapat disebutkan kita hanya dapat mengakui dia bijaksana, bukti untuk itu dapat dilihat dan dirasakan…ia belum melihatnya, tetapi ia memilikinya sebagai suatu yang pasti dan terbukti ia dapat memperlihatkannya kelak ketika ujian-ujian datang…
Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. (Ibrani 11:1)

Jika kita ragu untuk mengalami kematianpun kita tidak dapat mengubah arah, bahwa kita tetap akan mati.
Itu hanya sebuah contoh radikal yang akan ditolak, sebab ada kaki-kaki yang sudah tertancap dalam di alam kematian rohaniah, hati yang dikeraskan.

Bagi yang beriman akan berani berkata: “Selamat datang keraguan, sebab oleh itu aku dapat menimbang hari-hariku dan dapat memperlihatkan kebijaksaan yang dari Kristus”.
Sebab Hikmat Kristus melebihi hikmat Salomo, sebab DIA yang memberikannya kepada Salomo.