Unik tapi ‘tak tidak manusiawi

Yunus 4:1-2
Tetapi hal itu sangat mengesalkan hati Yunus, lalu marahlah ia.
Dan berdoalah ia kepada TUHAN, katanya: “Ya TUHAN, bukankah telah kukatakan itu, ketika aku masih di negeriku? Itulah sebabnya, maka aku dahulu melarikan diri ke Tarsis, sebab aku tahu, bahwa Engkaulah Allah yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia serta yang menyesal karena malapetaka yang hendak didatangkan-Nya.

Mungkin kita sering mendengar para pemberita berkata: “Mari kita semakin intim dan semakin mengenal TUHAN”.
Tentu ajakan itu bisa benar, dan hanya kurang detail saja.
Bayangkan seorang Yunus di kutipan di atas, bahkan karena beliau mengenal TUHAN-lah maka beliau begitu geram kepadaNYA. Jadi ajakan itu kurang mengena dengan tepat. Kadang-kadang, melihat konteks, mungkin.

Kita tidak harus bertahan kepada seolah seperti batu yang tidak berjiwa dan bergerak, tidak dinamis, kita bahkan dihebuskan roh, toh kita bisa memilah, memilih dan menilai, dan itu harga yang sangat melangit,.. karena dinamis, ALLAH yang hidup juga bisa menjadi objek dari anugerah yang diberikan kepada kita itu, salah satunya adalah mempertanyakan DIA SANG KHALIK.

Pernahkah kita mengetuk dan meminta?, dan belum ada tanda jawaban YA, terlalu sabar kita menanti, terlalu kita mengalahkan ketakutan untuk bertanya… sampai….kita memaksa…. arah hanya dua, kecewa dan dihembuskan dengan amarah, atau bersabar sampai membatu,… ada pilihan lain tentunya, yaitu KEHENDAK-MU jadilah, tetapi apa kita tahu kehendakNYA yang sebenarnya?. Kita tidak seperti Yunus yang bisa bercakap-cakap langsung dengan TUHAN, mungkin kita hanya memainkan perasaan-perasaan, indera-indera, kebiasaan-kebiasaan yang tidak lajim,…

Yunus 4:9
Tetapi berfirmanlah Allah kepada Yunus: “Layakkah engkau marah karena pohon jarak itu?” Jawabnya: “Selayaknyalah aku marah sampai mati.”

Beberapa filsuf menyenangi gaya Yunus, yang tidak tedeng aling-aling, yang kesal kepada TUHAN. Orang kesal kepada jawaban TIDAK, bisa membuat orang anti TUHAN, toh TIDAK dianggapnya bukan jawaban, YA selalu dianggap jawaban, .. bagaimanapun seolah tidak dapat membedakan mana jawaban yang dipaksakan dibanding kerelaan hati atas semua jawaban. Bayangkan setiap delik pembukuan dengan angka-angka akhir disodorkan kepada TUHAN untuk dipenuhi, setelah dipenuhi, syukurnya datang,.. “Oh TUHAN menjawab doa kita”, coba tidak dipenuhi, apa masih bisa bersyukur. Justru makin banyak yang dijawab, dipenuhi angka-angka itu, semakin orang bebal, sering memaksa TUHAN.

Itukah yang terjadi dengan Nabi Yunus?,…. kalau kita membahas mutlak sang Yunus yang meski nabi, tentu unik, sampai beliau dipanggil sebagai Nabi, tetapi beliau juga tidak bisa lepas dari sisi kemanusiaannya.
Tetapi tidak hanya di sana, surat Nabi Yunus tetaplah cerita tentang cinta kasih TUHAN yang Maha Besar.

Yunus
4:10-11 Lalu Allah berfirman: “Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikitpun engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan, yang tumbuh dalam satu malam dan binasa dalam satu malam pula. Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?”

Meski Allah adalah ALLAH yang Murka atas dosa, tapi lihatlah kutipan terakhir yang menutup Kitab Yunus di atas…
TUHAN tidak begitu mudahnya mengumbar amarah, meski TUHAN dipertanyakan, bahkan ada kesan dipaksa dan ditekan oleh kemaauan dari sisi kemanusiaan Yunus.

Ada, mungkin, yang takut mempertanyakan ke-AKU-an TUHAN, silahkan, toh DIA bukan TUHAN yang membatu, bukan TUHAN yang membara, DIA terbuka akan itu semua, bahkan menjadi manusia-pun DIA rela, meski sejuta pertanyaan yang tidak dapat terjawab mengiringi langkahNYA.

“TUHAN” yang tidak bisa dipertanyakan adalah tirani, bukan ALLAH YANG MAHA PENGASIH.