Alkitab: Reformator, Imam dan Manusia

Reformator mengindikasikan suatu hal, artinya bahwa mereka pada awalnya adalah berada dalam suatu tatanan tertentu, dan karena suatu hal mereka melihat penyimpangan dari yang seharusnya dilaksanakan.
Banyak kemajuan didapat setelah para reformator bergerak.

Terimakasih buat mereka, sekali lagi, kita yang haus akan “didikan” TUHAN, melalui firmanNYA, buah dari kuasaNYA di dalam ROH yang mengispirasikannya untuk ditulis oleh orang yang DIA pilih, Alkitab, sampai kepada kita. Kita dengan mudah mendapatkannya, memelajarinya, dan sebagainya untuk keperluan pengejaran arti spiritual.

Bapa-bapa Reformator bergerak dalam pusat rohani mereka kepada TUHANNYA yang dapat mereka lihat dari sumber-sumber tertulis, maka sumber-sumber ini mereka sebarkan dengan bentuk yang sekunder, dalam arti mereka menggunakan bahasa yang awam, bahasa lokal, agar lebih cepat menjangkau. Tentu mereka harus juga menjadi terang dan garam, dan di dalam tuntutan ini diharapkan kita juga, setelah menerima buah ALKITAB, melakukan yang sama, yaitu menjadi terang dan garam yang dibarengi dalam mempelajari tulisan-tulisan itu.

Usaha mereka juga berdampak kepada kuasa imam-imam. Imamlah yang “menguasai” penerjemahan dan melalui visinya ia dapat menjelaskan maknanya kepada umat. Tetapi dengan kerja keras reformator, kita, telah menjadi imam.

Tak menjadi rahasia, bahwa apa yang terjadi selalu diikuti oleh dampak. Dampak itu terlebih dari apa yang kita pilih dan bagaimana kita menyikapi apa yang ada di sekitar kita.
Alkitab adalah catatan lengkap, bukti sempurna, bahwa ALLAH ADA, dan sejarah spiritual tentang bagaimana DIA YANG MAHA menyapa manusia ciptaanNYA, yang telah merosot, terpisah, menceraikan diri dari gambar yang semestinya, yang lemah. Jadi sangat tidak salah Alkitab ditulis lebih dari 40 abad. Dan sedemikian misteri bagi kita bagaimana ALLAH memilih tulisan, begitu juga misteri bagi kita, bagaimana ALKITAB bisa dan dianggap cukup untuk menjawab semua pertanyaan dan tantangan di segala jaman. ALKITAB menyodorkan jawaban yang unggul. Ujilah.

Manusia tentu dalam keadaannya yang terpisah dari ALLAH, memiliki pilihan. Diskusi moral bisa membuat kehancuran, maka TUHAN membuat hukum, hukum yang bermula dari hati. Tetapi ketika manusia-manusia yang sudah mempunyai kesimpulan menyapa ALKITAB, maka ALKITAB tak lebih dari sumber cemoohan yang dasyat. Bahwa ALKITAB harus dibaca bukan untuk kepuasan kita, walau daya untuk itu ada, tetapi lebih kepada bagaimana TUHAN menyapa manusia. Karena Pikiran TUHAN jauh melebihi pikiran manusia, siapapun, maka terkadang IA tidak dapat kita setujui, dan di dalam hal itu marilah rendah hati lakukanlah, dan dinamislah. Jika Anda keras, maka Anda akan melebur seperti batu, tetapi ketika panas amarahmu membakar, biarlah itu dibakar oleh ROH yang menghanguskan, jangan oleh nafsumu.