Segalanya buat kamu

TUHAN adalah pencipta alam semesta berserta isinya.
Semua yang beragama mengetahuinya.

Segala yang diciptakan diperuntukkan untuk manusia. Manusia diberi kuasa untuk mengerjakan segala ciptaan itu. Segalanya buat kita. Artinya semuanya itu berada di bawah kendalinya manusia. Manusia dikhususkan serupa dengan image yang diberikan kepadanya, image Kristus, dan yang terpenting bebas di dalam ikatan hukum. Hukum pertama tentu,”Jangan memakan buah di tengah taman itu”.

Lihatlah manusia ini,
manusia membuat patung dari batu dan kayu untuk disembah,
manusia membuat agama untuk ditaati dan dibanggakan,
manusia membuat adat istiadat untuk diharuskan oleh setiap generasi,
dan .. masih manusia
manusia bertahan hidup oleh dan demi uang, kuasa, organisasi, negara dan lain sebagainya.
Manusia yang seharusnya menguasai menjadi dikuasai.Ironis.

Makanan itu halal semua jika diucapkan di dalam syukur, firman Tuhan.
Ya benar sekali, manusia lebih tunduk kepada kenajisan binatang babi dari pada paham image Kristus yang diberikan dalam penciptaan Adam dan Hawa. Image untuk berbuat baik.

Kesalahan manusia meletakkan dirinya di antara Tuhan dan ciptaan lain (yang seharusnya di bawah kuasa manusia) adalah memperilah, adalah zinah. Garis langsung kepada TUHAN terhalang oleh segala ilah, segala ciptaan yang seharusnya di bawah kuasa manusia.

Dan lebih parah lagi adalah….
ketika segala bentuk ilah itu telah ditaklukan, seharusnya manusia bersuka cita sebab bukan oleh gagah kuat dia ilah itu dihancurkan tetapi oleh Kuat Tangan Kanan TUHAN, manusia masih belum tau, tidak mau tau, malah memperolok TUHAN seperti peristiwa salib dahulu kala. Manusia masih senang tunduk kepada segala bentuk ciptaan mereka sendiri, segala ciptaan TUHAN yang seharusnya dikuasai manusia.

Organisasi dalam Pelayanan

Devosi, ribuan devosi. Ada dimana-mana. Memang ada doktrin yang berbeda menjadikan pehaman yang berbeda. Jalan tempuh terbaik, dari segala yang bentuk damai, memang memisahkan diri, tetapi tidak jarang hanya karena perselisihan pendapat dalam hal keorganisasian, meski doktrin sama maka akan begitu mudah menyulut lahirnya devosi baru.

Kita memang tidak memungkiri firman, tidak ada satupun yang suci, tidak ada satupun yang benar, tidak ada satupun yang kudus, tidak ada satupun yang baik atau tidak ada satupun yang sempurna selain DIA yang kita sebut TUHAN. Tetapi, ketika kita dituntut agar semakin sempurna, semakin serupa di dalam Kristus, maka ada tuntutan tertentu yang harus diperlihatkan bahwa kita sudah mengenal bahkan kita sudah dipilih oleh Kristus.
Semangat oikumene hanyalah khayalan tanpa menyadari bahwa kita sebenarnya satu di bawah naungan Sang Raja Gereja, Kristus TUHAN.

Yang pada akhirnya sebuah pelayanan akan menciptakan organisasi, kepengurusan demi kelangsungan segala yang disebut efektifitas, keteraturan dan mengena kesasaran.
Saya melihat, kepengurusan dibutuhkan oleh pelayanan. Dan kepengurusan itu dilahirkan oleh pelayanan itu sendiri. Sepertinya hanya tabiat, tidak ada yang suci,tidak ada yang benar, tidak ada yang kudus (lihatlah contohnya Yudas Iskariot) yang dapat memecah belah pelayanan seperti ini.
Di waktu-waktu sekarang begitu banyak kepengurusan, organisasi, melahirkan pelayanan. Mereka bisa berdiskusi berjam-jam untuk sebuah kata sepakat dari donasi dan pendanaan, tetapi memberi tiga menit untuk memutuskan bahwa diakonia untuk jemaah berkekurangan hanya memerlukan sumbangan sukarela.

Ketika organisasi mengatur pelayanan maka sangat sulit bagi kita untuk mengenal manusia-manusia yang telah dipilih setan untuk merusak, tetapi pelayanan yang membentuk organisasi akan begitu gampang melihat kelakuan setan yang gentayangan di tubuh, jikalau masih mau dikatakan demikian, Kristus.

Dan pada akhirnya, organisasi yang melahirkan pelayanan-pelayanan luar biasa kemungkinan besar hanya menimbulkan sektarian-sektarian baru. Ekslusif.
Ketika kita dituntut untuk melayani, memuridkan dan dimuridkan, maka cara efektif adalah organisasi di bawah Sang Kepala Gereja, dimana sering diambil alih oleh perorangan dalam yayasan-yayasan, kelompok orang-orang, organisasi-organisasi. Singkatnya hebat di dalam organisasi( di dunia?) belum tentu taat sebagai hamba di dalam Kristus.

Semua orang hanya bisa memilih bentuk kebenaran, seperti pertanyaan Pilatus kepada Yesus dalam persidangan “salib”, “Apa itu kebenaran?”.
Ya sebab Pilatus melihat kebenaran di dalam Yesus yang harus dibayar dengan bogeman, dengan ludahan, dengan caci maki, dengan hinaan, bahkan akhirnya salib. Sementara kebenaran menurut dia, menurut dunia, adalah kuasa akan negara, kuasa akan orang-orang, kuasa akan organisasi, kuasa atas keadaan. Baginya kebenaran menjadi tidak berarti jikalau ia harus mengorbankan nyawanya sendiri.