Kejujuran,…


Tulisan ini saya ambil dari Tulisan saya sebelum blog Hakadosh ada, harapan saya itu menjadi buku ketiga, ternyata tidak selesai-selesai sampai 5 tahun lewat…

Sungguh nikmatnya sebuah kejujuran. Sebab orang yang jujur panjanglah umurnya. Jika hati yang sedang gusar, dinampakkan dengan gerakan yang gusar, jujur. Perasaan yang gundah digerakkan dengan lang ling lung, jujur, dan hati yang penat digerikkan dengan cuaca yang mendung, jujur. Itu semua didapati pada usia-usia kesetanan anak kecil, susah menemukannya pada usia di atasnya.
.
Lalu datanglah para moralis, menjunjung tinggi jiwa altruis, seiring merambahnya usia, dinampakkanlah jiwa-jiwa yang lebih matang, yang lebih berpikir, yang menahan emosi dalam senyum, yang menumpahkan gelak tawa dalam tangis dan menghujam sedih dalam pasrah akut, pembohongan, lalu sarafpun tegang, meregang keras, akhirnya penyakitan, mati… bisa juga ditambahkan kata munafik di dalamnya…
Nilai sebuah kejujuran adalah penghakiman yang berat pada mata-mata yang sudah mengatakan dirinya dewasa, kedewasaan. Sempurna jika jujur dan berhikmat…

Pergantian warna untuk menunjukkan kemahaan yang ke atas, lebih dinikmati dan memuaskan, bunglon, seni mempertahankan diri.

Pada mata yang jujur ada rengek untuk memuaskan kepahitan mereka kepada sekitarnya, dan pada mata kedewasaan ada nilai yang tidak pernah melihat kepuasan atas itu semua.

Kejujuran hanya menganggap jahat apa yang tidak bisa memuaskan hasratnya, dan toleransi hanya mengekang saraf dikala kejujuran selalu dipertontonkan pada posisi yang kurang tepat.

Kejujuran adalah milik orang yang bukannya tidak cerdas, dia mau dibina dan dididik, sedikit bodoh menerima yang hitam-hitam saja, sebab pelangi adalah kenikmatan sejati.

Berkata masalah moral manusia. Adakah moral yang menjadi acuan umum ?, tidak ada. Tetapi ada toleransi secara garis besar, semakin besar daerah cakupan semakin sempit acuan garis besar tersebut.
Dan dalam hitungan dunia, akan ditemukan terbenturnya pola dan bentuk pemikiran akan hal itu semua. Perbedaan, begitu saja kita menerjemahkannya, kepada sesuatu yang sebenarnya universal masih dapat dipandang berwarna.

Adakah kewajiban memilih menjadi jujur atau menjadi toleran ?, tidak, tetapi harus dilaksanakan sekarang juga. Orang yang jujur akan tergilas peradaban, sebab sedikit mewarnai hitam akan nila adalah lebih menggetarkan, nikmat. Dan adakah didapat kejujuran pada seorang moralis?, tidak ada, sebab dua-duanya adalah dua dunia, dua wajah dan dua kemauan, walau tujuannya adalah sama.

Apakah jujur merupakan bagian dari kaum agama ?, tidak. Agama adalah moral, jadi kaum agamawi tidak akan pernah menyukai kejujuran.
Sekarang bertanyalah pada diri Anda sebagai bagian dari kaum agama itu, adakah kejujuran pada diri anda ?, jika YA, Anda telah membohongi nurani, jika Tidak, Anda telah membohongi ideologi.

Perdengarkanlah perihal ini, ada sebuah kelompok yang telah membabi buta mengatakan dirinya bukan agama oleh karena monstrum in fronte-nya, maaf atas peminjaman kosakatamu, ada sebagian lagi yang menggila menyayangi agama, sekarang bertanyalah padaku, siapa yang jujur di antara kita?

Sebab begitu banyak hal yang perlu diperjelaskan dan dilakukan, tetapi kita tidak sanggup menerima, sehingga berita kejujuran harus dikemas dengan Hikmat Yang tiada tara, oleh Hikmat yang tidak terkekanglah Kejujuran dapat dilihat.

89 respons untuk ‘Kejujuran,…

  1. lovepassword Mei 10, 2010 / 6:33 pm

    Kalimatmu sungguh sulit Par, bahkan masih sulit dipahami oleh manusia sepinter aku. he he he…

    Kamu sudah membuat dua buku ya, kayaknya menarik kalo aku membaca bukumu, beredar di toko buku gak Mister Par ???

    Salam

  2. lovepassword Mei 10, 2010 / 6:38 pm

    Beneran Par, tak pikir sambil koprol makan bakso juga kalimatmu masih belum terbaca.

    Kamu itu sedemikian bersayap dan penuh misteri. Tapi itulah menariknya dirimu Par… 😀

    Dalam hati ada maknyuslah , biarpun aku gak terlalu mudeng dengan bahasamu, misalnya gini :

    jika YA, Anda telah membohongi nurani, jika Tidak, Anda telah membohongi ideologi.

    Perdengarkanlah perihal ini, ada sebuah kelompok yang telah membabi buta mengatakan dirinya bukan agama oleh karena monstrum in fronte-nya, maaf atas peminjaman kosakatamu, ada sebagian lagi yang menggila menyayangi agama, sekarang bertanyalah padaku, siapa yang jujur di antara kita?

    Aslinya dalam bahasa yang lebih kayak bahasa manusia, kamu mau ngomong apa dengan kalimat tersebut… ? 🙂

    Salam deh

    • parhobass Mei 10, 2010 / 7:17 pm

      @lovepassword

      ehhehehe, baca sekali lagi deh…. siapa tahu dapat…

      buku pertama dan kedua hanya saya sebar ke sobat2 saja, di dalam peredaran kaset istilahnya indie gitulah hehehe….
      yang ketiga rencananya mau saya persembahkan kepada istri saya, tetapi ternyata ketika saya kasih buku yang kedua dia tidak terlalu suka, tetapi buku ketiga itu masih akan saya lanjutkan, dan rencananya akan tetap seperti dulu, hadiah buat istri tersayang hehehehe…

      buku pertama cenderung gaya Nietsche, karena buku itu sy tulis ketika masa parah2nya iman saya,…
      buku ke dua transisi,… dan buku ketiga ini… hmmm lihat sendirilah di atas.. gaya2nya hehehhe, itu salah satu topik saja…

      salam

  3. Robinson A. Sihotang Mei 11, 2010 / 8:41 am

    @ Parhobas

    Saya jadi ingat saat menonton hipnotis di salah satu tv swasta. Si penghipnotis dapat mengeluarkan apapun yg tersembunyi dari hati manusia terhipnotis tanpa ada yg dapat ditutup2in. Semua mengalir dari hati siterhipnotis.
    .
    .
    Hal yg mungkin tidak akan pernah dapat diutarakan dan dikatakan krn sesuatu hal dapat keluar dgn KEJUJURAN yg sangat dipaksakan.
    .
    Alangkah indahnya kejujuran yg sebenarnya di hadapan Allah dan manusia itu.

    • parhobass Mei 11, 2010 / 10:14 am

      @Lae Sihotang

      Saya jadi ingat saat menonton hipnotis di salah satu tv swasta. Si penghipnotis dapat mengeluarkan apapun yg tersembunyi dari hati manusia terhipnotis tanpa ada yg dapat ditutup2in. Semua mengalir dari hati siterhipnotis.
      .
      .
      Hal yg mungkin tidak akan pernah dapat diutarakan dan dikatakan krn sesuatu hal dapat keluar dgn KEJUJURAN yg sangat dipaksakan.
      .

      ini indentik dengan melakukan perintah allah/Allah/agama tanpa mengetahui apa makna rohani di dalamnya, seseorang bisa jujur melakukan sunat, atau baptis, dan lain sebagainya (ini sebagai contoh saja), tetapi seseorang itu mungkin sama sekali tidak memiliki roh yang dilahirkan oleh ROH sehingga tidak sanggup mengenali TUHAN…

      Alangkah indahnya kejujuran yg sebenarnya di hadapan Allah dan manusia itu.
      Seep lae, saya kira ini paralel dengan perkataan Yesus, bahwa manusia harus seperti anak-anak, seperti anak kecil, dan melihat perubahan jaman, tentu kita ternyata harus menyeleksi anak yang dimaksud, sebab banyak anak yang sudah terkontaminasi, kita tahu terkontaminasi karena kita tahu seperti anak yang bagaimana yang dimaksud Yesus….

  4. lovepassword Mei 11, 2010 / 2:01 pm

    kita tahu terkontaminasi karena kita tahu seperti anak yang bagaimana yang dimaksud Yesus….

    ===> Jangan-jangan bukannya tahu Par, hanya merasa tahu 😀

    Emangnya coba kudengar anak yang dimaksud Yesus yang kayak gimana coba ???

    Anak yang lulus UNAS ? Yang kacamatanya tebel rajin belajar selalu bilang iya sama gurunya ?

    Salam deh

    😀

    • parhobass Mei 11, 2010 / 4:40 pm

      hallah pertanyaannya rada ngga mutu hahahaha

      • lovepassword Mei 12, 2010 / 6:55 am

        Kali ini kamu benar.. hi hi hi

  5. Fitri Mei 13, 2010 / 5:32 pm

    Selamat Hari Kenaikan Isa Almasih, Om Par.

    Akhir-akhir ini aku disibukkan pekerjaan. Kalau lagi online saya biasa godain Om Robin di facebook, makanya Om Robin juga jarang muncul di sini. Soalnya Om Robin sering mengikuti status terbaruku terus.

    Salam.

    • parhobass Mei 13, 2010 / 5:44 pm

      weleeeh….. baguslah….

      sama-sama…

      • parhobass Mei 16, 2010 / 2:01 pm

        @fitri dan lae Sihotang

        welehh hebat juga yah,…
        pilkada dimana lae? jadi bupati/gubernur atau wakil bupati/wakil gubernur?
        di daerah mana?

        siapa pasangannya fit?

    • Robinson A. Sihotang Mei 14, 2010 / 9:15 am

      @ Fitri

      Hehehehe …,
      Maafkan om ya Fit ..,
      Untuk memberi pendapat di suatu blog spt blog Bpk Parhobas ini membutuhkan pemikiran yg sedikit berat dan terarah. Harus konsentrasi krn bukan hasil jerih payah kita dlm mengatakannya. Kekuatan roh kudus yg sangat berperanan dlm mengatakan ttg Kebenaran itu.
      Sangat beda jikalau ke FB.. , yg cuman say helo dan tertawa lepas
      .
      .
      Lagian om juga kebetulan kemarin sibuk keluar kota untuk kampanye Pilkada. Tetapi hati om tetap ada di blog ini. Dan siapapun yg bertanya dan berkunjung kesini tetap om pantau setiap saat..

      • lovepassword Mei 14, 2010 / 5:56 pm

        Wah kampanye pilkada ya ? Kamu nyalon jadi Bupati atau Gubernur , RAS ?

      • lovepassword Mei 14, 2010 / 6:09 pm

        @Mister Robinson tercinta : Kamu kan kayaknya rada hobi jadi penerjemah bahasa antiknya Mister Parhobass, dalam artikel tersebut…

        Kamu bisa memahami kalimat ini apa gak ?

        jika YA, Anda telah membohongi nurani, jika Tidak, Anda telah membohongi ideologi.

        Perdengarkanlah perihal ini, ada sebuah kelompok yang telah membabi buta mengatakan dirinya bukan agama oleh karena monstrum in fronte-nya, maaf atas peminjaman kosakatamu, ada sebagian lagi yang menggila menyayangi agama, sekarang bertanyalah padaku, siapa yang jujur di antara kita?

        ===> Kalo kamu gak mudeng juga RAS, berarti Parhobass emang manusia dari planet lain.. 😀

        Kalo ternyata kamu mudeng omongan Parhobass, berarti kalian berdua manusia dari planet lain 😀

        hi hi hi maksa ya…kesimpulannya…

        SALAM deh…

      • parhobass Mei 14, 2010 / 6:15 pm

        wahhhhh kesimpulannya itu lhoo lovepassoword lovepassword….

      • Fitri Mei 15, 2010 / 9:41 pm

        @Om Robin
        Yah. . . .itu sih saya maklumi karena artikelnya Om Par memang berat sih. Kadang saya juga bingung mau komentar apa.
        Selamat ya. .Om atas pilkadanya. Kalau menang pilkada, jangan lupakan rakyat kecil ya Om.
        Lagipula saya nggak marah kalau Om sering baca statusku, karena memang itu salah satu kegunaan facebook. Justru saya senang Om mau bersahabat.

        @Mas Love
        Tebak yuk kira-kira siapa pasangan pilkada om Robin. 🙂

  6. Fanya Mei 15, 2010 / 7:46 am

    @Oom Par

    “……ADAKAH kejujuran pada diri anda ?, jika YA, Anda telah membohongi nurani, jika Tidak, Anda telah membohongi ideologi.”

    ======

    kalimat pertanyaan “…..ADAKAH kejujuran pada diri anda” ……seharusnya dipakai utk bertanya ttg EKSISTENSI “kejujuran” pd diri seseorang….
    menurut fanya jawaban atas pertanyaan tsb adalah “ADA”. Semua manusia tercipta bersama kejujuran yg bersemayam dlm nurani jiwanya.
    Soal ybs mengikuti atau mengabaikan nurani (kejujuran) jiwanya ….. semua tergantung pd orientasi hidup yg dijadikan acuannya.

    fanya yakin bahwa SEMUA AGAMA disamping mengajarkan manusia utk senantiasa bersikap JUJUR, juga memerintahkan manusia utk berbuat BAIK (manusiawi), ADIL dan BIJAKSANA.
    Nah dalam upaya melaksanakan ajaran agama utk Jujur, Baik, Adil dan Bijaksana inilah setiap manusia diuji kecedasan spiritualnya.

    Manakala seseorang pernah atau suatu ketika “terpaksa” harus berbuat/berkata tidak jujur (misalnya thdp seseorang yg mengidap sakit jantung akut agar ybs tidak collaps), harus di-cap bhw ia sosok yg TIDAK JUJUR, terlebih lagi secara gegabah dikategorikan sbg TIDAK MEMILIKI KEJUJURAN, “membohongi ideologi” atau “membohongi nurani”…….

    Mungkin fanya keliru, tetapi tampaknya statemen Oom Par tsb sangat tidak relevan dgn realitas kehidupan karena aspek”kejujuran” jelas bukan satu-satunya nilai utk dijadikan tolok ukur eksistensi nurani maupun ideologis.
    (bayangkan, pasti nurani siapapun melarang kita berkata jujur bahwa “wajah anda jelek, menjijikkan, menakutkan dan hidupnya menjadi beban orang lain” kpd seorang TKW yg tergeletak tak berdaya setelah dianiaya majikan hingga wajahnya rusak dan badannya lumpuh disiram air keras…)
    So, jelas…. “nurani” tdk hanya mewakili nilai2 kejujuran, dan ideologi (dhi ajaran agama) tidak pula hanya mengajarkan/mengutamakan kejujuran bukan…??

    salam jujur

  7. Fanya Mei 15, 2010 / 7:55 am

    @Oom Parhobass,

    Ralat sedikit, ada kata yg hilang dlm paragraph:

    “Manakala seseorang pernah atau suatu ketika “terpaksa” harus berbuat/berkata tidak jujur (misalnya thdp seseorang yg mengidap sakit jantung akut agar ybs tidak collaps), harus di-cap bhw ia sosok yg TIDAK JUJUR, terlebih lagi secara gegabah dikategorikan sbg TIDAK MEMILIKI KEJUJURAN, “membohongi ideologi” atau “membohongi nurani”…….

    mestinya :

    Manakala seseorang pernah atau suatu ketika “terpaksa” harus berbuat/berkata tidak jujur (misalnya thdp seseorang yg mengidap sakit jantung akut agar ybs tidak collaps), …..SUNGGUH TAK ADIL JIKA KARENANYA …….harus di-cap bhw ia sosok yg TIDAK JUJUR, terlebih lagi secara gegabah dikategorikan sbg TIDAK MEMILIKI KEJUJURAN, “membohongi ideologi” atau “membohongi nurani”…….

    terima kasih

  8. parhobass Mei 15, 2010 / 11:41 am

    @fanya,

    skala JUJUR adalah 0 atau 100 persen, hanya di titik yang dua buah itu, tidak ada JUJUR 30 persen atau JUJUR 99,8 persen, mau dengan dalih apapun itu bukan KEJUJURAN…

    dan kalau Anda manusia beragama, Anda sering melakukan ketidakjujuran….

    • Fanya Mei 15, 2010 / 1:03 pm

      @Oom Parhobass,

      Yg fanya lihat masalahnya bukan terletak pd persentase atau batasan nilai yg ditetapkan sbg tolok ukur KEJUJURAN melainkan pd pertanyaan dan klausul berikut:

      “ADAKAH kejujuran pada diri anda ?”

      1. “jika YA, Anda telah membohongi NURANI; dan
      2. “jika TIDAK, Anda telah membohongi IDEOLOGI.

      Fanya yakin bhw kejujuran ADA pd setiap individu, terlepas dari apakah ybs senantiasa betul2 100% jujur, atau 99,8% atau 30% atau malah mungkin tidak menggunakannya sama sekali alias hanya 0%.
      —> Namun karena pertanyaannya berbunyi “ADAKAH kejujuran pd diri anda” -bukan “adakah HIDUP anda selalu berlandaskan kejujuran”. maka utk pertanyaan tsb jawaban yg benar mestinya adalah “YA”. Jawaban YA ataupun TIDAK, sama sekali tidak memiliki relevansi apapun dgn klausul 1 dan 2.

      Fanya coba buat pertanyaan serupa berbunyi: ADAKAH dignity pd diri anda?”
      nyambung nggak kalau ikut2an Om fanya kaitkan dgn pernyataan yg begini:

      1. “jika YA, Anda telah membohongi NURANI; dan
      2. “jika TIDAK, Anda telah membohongi IDEOLOGI.

      Agama mengajarkan bhw Tuhan menciptakan manusia sbg mahluk paling tinggi martabatnya dibanding mahluk2 lainnya. Kenyataan bhw tak sedikit manusia yg melupakan martabatnya dan hidup lebih rendah drpd hewan, tentu tidak menghilangkan fakta bhw sesungguhnya DIGNITY itu ada pd setiap individu!.

      salam dignity

      • parhobass Mei 15, 2010 / 1:48 pm

        @Fanya,

        salam DIGNITY juga,…

        Anda yang berusaha mengkontrol defenisi dan mengadjustnya sesuai kemauan Anda, bisa saya disebut subjective ya toh?,…

        saya kira hiperbola 0 atau 100 persen di atas sangat jelas menunjukkan bahwa JUJUR di dalam hal KEJUJURAN itu murni antara HITAM dan PUTIH, antara YA dan TIDAk di dalam bahasa sehari-harinya.

        Embel-embel “demi” ini dan itu akan menghilangkan KEJUJURAN itu sendiri…

        Saya kira pertanyaannya/pernyataannya jelas, tidak usah kita berpikir jauh dari diri kita, bertanyalah pada diri sendiri, pernah ngga kita tidak JUJUR?, sering bukan?…. nah 1 TIDAK JUJUR dari 1.000.000 JUJUR tetaplah tidak jujur. kecuali Anda berkata lain bahwa 0.000001 itu bisa dianggap kejujuran/JUJUR,…

        Salam..

  9. Robinson A. Sihotang Mei 15, 2010 / 12:41 pm

    @ Lovepasword

    Perdengarkanlah perihal ini, ada sebuah kelompok yang telah membabi buta mengatakan dirinya bukan agama oleh karena monstrum in fronte-nya, maaf atas peminjaman kosakatamu, ada sebagian lagi yang menggila menyayangi agama, sekarang bertanyalah padaku, siapa yang jujur di antara kita?
    .
    .
    Tidk ada yg jujur diantara segala perkataanmu itu. Karena utk menilai sesuatu kita harus dimurnikan dahulu melalui perkataan dan perbuatan. Segala agama semua setuju mengakui itu. Itu makanya ada suatu pemberitahuan ttg mana yg benar dan mana yg salah . Sayangnya manusia sekarang lebih banyak dikuasai nafsu sesatnya sendiri.

    • lovepassword Mei 15, 2010 / 1:22 pm

      Jadi menurutmu artinya gitchu ya ?

      ===
      Mister Par, menurutmu berapa nilai yang patut kamu berikan kepada terjemahan ala Mister Robinson ini ?

      Bener 100 persen, 75 persen, 50 persen atau 25 persen. Atau salah semuanya. Bukan gicthu maksudmu…? atau maksudmu emang gicthu…

      Kayaknya sih itu rayuan Parhobass buat istrinya deh…

      Kalo kalian bisa beneran sehati – Jangan-jangan kalian berdua emang mkhluk halus eh makhluk planet ding.. Atau malah aku yang makhluk planet. Planet bumi dong… 😀

      Intinya tuh gini :

      Dalam kasus tertentu apakah kejujuran 100 persen itu memang selalu diperlukan… ?

      Misalnya istrimu tanya padamu.. Papa..aku sekarang makin gendut ya, rasanya kok makin jelek..

      Kemudian dengan penuh kejujuran kamu memandang wajah istrimu.. “Kayaknya sih iya”

      Lha itu bukan contoh kejujuran yang baik.
      Mungkin maksudnya gicthu…

      Atau ada pasien yang sakit parah tanya : Umurku gak panjang ya, aku akan mati kan ?
      Ya kadang kan tidak perlu menjawab iya…

      Dilemanya di situ..

      dan kalau Anda manusia beragama, Anda sering melakukan ketidakjujuran…. ===> Lha ya penting mana sih beragama sama kejujuran itu.
      Definisi beragama di sini yang bagaimana
      Kejujuran di sini yang bagaimana juga….

      Githcu deh kayaknya….

      • parhobass Mei 15, 2010 / 1:41 pm

        @lovepassword

        hehehe, ngga usah mengelak jauh2, akui saja, memang tidak ada yang Jujur…. dengan alasan apapun memang begitu…

      • lovepassword Mei 15, 2010 / 1:55 pm

        Aku tahu kalo semua manusia ya gak ada yang jujur . Maksud pertanyaannya itu : dalam kasus apa atau seberapa ketidak jujuran yang masih diijinkan… Intinya kayaknya gicu..

      • parhobass Mei 15, 2010 / 2:03 pm

        @lovepassword,

        ada dua batas kejujuran….

        Anda sama sekali tidak tahu
        atau
        Anda Maha di dalam hikmat…

        saya kira itu sangat jelas tertulis di artikel di atas…

  10. lovepassword Mei 15, 2010 / 1:48 pm

    Daripada ngomongnya ngalor ngidul utara selatan. Gini saja deh Pertanyaan langsungnya :

    Berbohong untuk Kebaikan itu boleh atau nggak ?

    Yang dimaksud berbohong itu kebohongan langsung atau menyesatkan tidak menjawab, atau memberikan desas desus juga berbohong

    Kamu pernah denger kisah kematian Pendeta Durna guru Pandawa Kurawa.. Pandawa pada saat itu menciptakan isyu Aswatama putra Durna gugur. Pendeta Durna stress lalu mencoba mengcross cheeck bertanya pada Judistira, manusia terjujur di kolong langit. Judistira menjawb begitu pelan sehingga tidak terdengar di kuping Durna : Hestitama mati. Hestitama adalah nama gajah..
    Pendeta Durna menjadi stres dan hilang semangat perangnya kemudian dia tewas dalam perang.

    Apakah yang dilakukan raja Yudistira termasuk kebohongan atau kejujuran ?

    Kalo di dalam Islam , seingatku ada beberapa kebohongan yang diijinkan misalnya : Untuk mendamaikan orang yang berkelahi. Itu boleh, kita ngomong Paijo itu kemarin muji kamu lho.. Padahal Paijo nggak ngomong apa-apa. Itu dianggap boleh karena nawaitunya baik untuk mendamaikan teman yang bermusuhan…

    Atau untuk memuji istri itu juga masih boleh…Dalam rangka mempertahankan keutuhan rumah tangga.
    Atau untuk membela kepentingan bangsa dalam perang, misalnya kamu ditangkap musuh dan diinterograsi..

    Lha menurutmu Berbohong untuk Kebaikan itu gimana melihatnya ???

    • parhobass Mei 15, 2010 / 2:00 pm

      @lovepassword

      sebenarnya Anda itu sudah membuat masalah baru,
      kita sedang berkata JUJUR/KEJUJURAN,….

      sementara mas Fanya sedang menyinggung-nyinggung ke garis batas TULUS/KETULUSAN, cuman ia bermain2 tetap di JUJUR/KEJUJURAN hehehe….CMIIW

      artikel di atas sedang tidak berkata BOLEH tidak JUJUR/KEJUJURAN,…
      tetapi menjelaskan bahwa JUJUR/KEJUJURAN itu nikmat dan membuat panjang umur….diberkati TUHAN-lah istilah rohaninya…

      Nah tetapi untuk menjawab pertanyaan Anda,
      Anda kan membenturkan negasi dari JUJUR/KEJUJURAN itu, berarti kalau Anda melakukan itu maka nikmat dan umur panjang dan berkat TUHAN kan berkurang bagi Anda…. perkara boleh dan tidak boleh, itu terserah Anda, sebab ada kalanya memang berbohong diberi pengampunan, ingat yah diberi pengampunan bukan berarti ada kata diperbolehkan, Anda harus berhati2 dengan kata ini,…tetapi akibat dari perbuatan itu adalah… yaitu bahwa Anda akan kehilangan sense untuk mengucap syukur atas NIKMAT/PANJANG UMUR/BERKAT TUHAN…

      kalau Anda mau fokus di JUJUR/KEJUJURAN, bertanyalah pada diri sendiri,… YA atau TIDAK?

  11. Fanya Mei 15, 2010 / 2:25 pm

    @Oom Pahobass,

    anda bilang:
    “bertanyalah pada diri sendiri, pernah ngga kita tidak JUJUR?, sering bukan?…. nah 1 TIDAK JUJUR dari 1.000.000 JUJUR tetaplah tidak jujur.”

    .
    .
    100% setuju jika pertanyaan Oom spt diatas …. bukan …. “ADAKAH kejujuran pada diri anda ?”

    utk pertanyaan “ADAKAH kejujuran pada diri anda” —> jika masih memiliki nurani, selama masih ada kejujuran dlm jiwa, sekecil apapun puing kejujuran yg masih tersisa – kita wajib menjawabnya dgn jawaban “YA”.

    Jawaban YA ini menurut hemat fanya justru merupakan kesaksian jujur kita thdp nurani sekaligus indikasi bhw kita masih berkeinginan utk menegakkan KEBENARAN yg menjadi salah satu pokok ajaran Agama, sepahit apapun kenyataan yg harus dihadapi akibat pengungkapan kebenaran tsb.

    salam kebenaran

    • parhobass Mei 15, 2010 / 2:34 pm

      @fanya,

      nah ketiadaan 0.000001 itu hakekatnya sama dengan TIDAK JUJUR…
      tetapi skala manusia bisa menganggap itu JUJUR….

      nah perkara kita sebagai manusia adalah, skala yang tepat maunya, dan diajarkan gimana?

      skala yang saya tau ya itu tadi, 0 dan 100 persen, tidak ada discount…

  12. Fanya Mei 15, 2010 / 2:52 pm

    @Oom Par,

    fanya sih fine2 aja sejauh apapun perbedaan pendapat fanya dgn seseorang… hihi

    dan jika Om Par bertanya kpd fanya: ADAKAH uang didalam dompet fanya?

    Jika di dlm dompet fanya ada uangnya, sekecil apapun nominalnya, fanya tetap akan jawab:

    ADA…, tapi cuma coin 100 perak Oom, tambahin doong….. Dan dgn jawaban tsb Fanya sama sekali tidak berbohong pd Nurani fanya looh…..

    sueeer, salam jujur deh

    • parhobass Mei 15, 2010 / 3:06 pm

      @fanya,

      hehehe analogi Anda itu sangat lari dari masalah yang kita bahas…

      gini ya mas,
      UANG itu ada pecahan/satuannya, 1 sen, 5 sen, 500 rupiah, d.l.l…sampai triliyunan, tepat 1 sen adalah uang, karena memang itu ada.. dan 1 sen tetapi kita sebut uang.

      tetapi JUJUR/KEJUJURAN itu bukan perkara satuan/pecahan seperti itu…
      Kalau ada 0.000001 kebohongan/bohong itu bukan kejujuran/jujur, tetapi skala manusia bisa menganggap itu ketidakbohongan/kejujuran/jujur/tidakbohong….

      nah kalau menggunakan satuan uang di atas, itu sepeti berkata 500 rupiah ada ngga di dompetnya fanya?, nah kalau di dompetmu hanya ada 100, 300 dan 10000 itu bukan 500 rupiah….atau 499.99 rupiah di dompetmu tetap saja itu bukan 500 rupiah…

  13. Fanya Mei 15, 2010 / 8:00 pm

    @Oom Parhobass,

    hihihi…. apa kata Om Par aja deh, fanya sih berpegang pd KBBI yg menyatakan bhw ke·ju·jur·an (kata benda) = sifat (keadaan) jujur; ketulusan (hati); kelurusan (hati), dan Honesty (noun) = The quality or state of being honest; probity; fairness and straightforwardness of conduct, speech, etc.; integrity; sincerity; truthfulness; freedom from fraud or guile. [1913 Webster]

    bicara ttg paradigma jujur, fanya yakin semua orang sepakat dgn Oom Par bhw jujur mesti 100% apa adanya, bukan 99% fakta plus 1% ngarang, apalagi kalau cuma 1% fakta + 99% rekayasa hehehe….
    fanya sih cuma heran aja oleh beberapa penyataan Om Par berikut a.l. (saya copas nih) :

    ======

    1. Apakah jujur merupakan bagian dari kaum agama ?, tidak. Agama adalah moral, jadi kaum agamawi tidak akan pernah menyukai kejujuran.
    (darimana diperoleh kesimpulan bhw kaum agamawi tidak akan pernah menyukai kejujuran? kaum agama yg mana? dan mengapa gereja memfasilitasi prosesi “pengakuan dosa” jika memang kaum agamawi tidak menyukai kejujuran?).

    2. Sungguh nikmatnya sebuah kejujuran. Sebab orang yang jujur panjanglah umurnya.
    (darimana Om Parmemperoleh kesimpulan bhw ada keterkaitan antara kejujuran dgn panjangnya umur seseorang? jika hal tsb benar, bukankah berarti yg mati muda adalah orang2 tidak jujur?)

    ah…. maaf jika fanya berkata jujur, bagi fanya point2 yg dikemukakan Om Par tsb diatas betul2 absurd…..
    salam kejujuran

    • parhobass Mei 16, 2010 / 1:40 pm

      @fanya,

      jangan prustasi kawan,
      saya suka ketulusan Anda,…..

      kalau ada pertanyaan, pernah ngga melakukan kejujuran?
      nah itu baru tepat jawabannya, pernah….

      tetapi jika ditanya ulang, pernah ngga melakukan ketidakjujuran?
      nah itu jawabannya tepat, dan pasti, pernah

      nah Anda harus mengakumulasi ke duapertanyaan di atas,.. berarti secara utuh Anda/kita bukan JUJUR/KEJUJURAN

      soal agama, dan penganut agama,…yang moral, yang saya sebut tidak suka kejujuran, coba teliti diri Anda sendiri, …
      baik buruknya kelompok A,tetapi karena B adalah seagama dengan kita, maka cenderung B yang kita bela…. sehingga baiknya A dapat menjadi “buruk”, nah itu sudah melakukan ketidakjujuran…

      itu contoh saja…

      dan fanya harus membedakan “pernah melakukan kejujuran” dan KEJUJURAN/JUJUR ok,….

      saya sebut di atas, kejujuran/jujur itu batasnya adalah
      Anda/kita tidak tahu sama sekali atau Anda/kita Mahadi dalam hikmat…
      kalau Anda mau menambahkan silahkan.. mari berdiskusi…

      salam

      • Fanya Mei 16, 2010 / 3:37 pm

        @ Om Parhobass,

        hihihi…. prustasi? ngga deh yaw. cuma malas debat aja. fanya suka diskusi, atau sharing, tapi tidak utk perdebatan. Menurut fanya, berdebat cenderung lebih mencari kalah-menang, bukan mencari masukan utk meningkatkan pengetahuan, memperluas wawasan guna menemukan kebenaran.

        Pembicaraan kita sehubungan dgn komentar fanya thd “Kejujuran” cenderung menjurus jadi perdebatan akibat penggunaan batasan “kejujuran” versi Om Parhobass yg tidak berpegang pd batasan umum kamus legal bhs Indonesia maupun bhs Inggris.

        Menurut fanya, diskusi yg sehat mutlak membutuhkan pemakaian kaidah-kaidah bahasa, logika dan paradigma yg umum berlaku sbg pemahaman bersama guna menghindarkan terjadinya misinterpretasi.

        Dengan batasan dan pemahaman bersifat pribadi tsb, kecil kemungkinan bagi siapapun utk berdiskusi secara efektif dan efisien. Itu sebabnya fanya bilang terserah Om aja mo bilang apa… karena tak ada kerugian apapun bagi fanya meski Om Par bersikukuh pd formulasi pemikuran tsb, dan tak ada pula keuntungan buat fanya kalaupun Om Par konsider catatan2 fanya.

        salam damai

      • parhobass Mei 16, 2010 / 4:23 pm

        @fanya

        ok kalau demikian, jika menurutmu itu bertentangan dengan kaidah umum…y sudahlah…

        salam

  14. lovepassword Mei 16, 2010 / 4:38 am

    ada dua batas kejujuran….

    Anda sama sekali tidak tahu
    atau
    Anda Maha di dalam hikmat…

    saya kira itu sangat jelas tertulis di artikel di atas…

    ===>

    Pernyataan pertama :Tentang tidak tahu
    Pernyataan kedua : Yang Maha itu kan Allah bukan manusia jadi manusia tidak tahu…

    Apakah dengan tulisanmu ini kamu emang mau mengatakan tidak ada manusia yang tahu batas kejujuran ???

    saya kira itu sangat jelas tertulis di artikel di atas…===> Artikelmu menarik lebih2 karena pemakaian katanya yang tidak umum dan multi tafsir 🙂 tetapi gini ya : Kesanku itu kan semacam surat kepada istrimu. Kayaknya gitu.

    Lha untuk memahami itu, memahami arti kado untuk istrimu itu maka pembaca harus punya korelasi erat dengan pengalaman kalian. Soalnya kalo nggak tahu apa yang terjadi, apa yang kalian lihat ya pastilah repot membayangkan apa maksudmu…Bener nggak ?

    Lha menurutmu apakah istrimu juga tahu apa yang kamu maksud dalam tulisanmu itu… ?

    • parhobass Mei 16, 2010 / 1:49 pm

      @lovepassword

      Pernyataan pertama :Tentang tidak tahu
      Pernyataan kedua : Yang Maha itu kan Allah bukan manusia jadi manusia tidak tahu…

      Apakah dengan tulisanmu ini kamu emang mau mengatakan tidak ada manusia yang tahu batas kejujuran ???

      please read carefully hehhehe

      saya sebutkan:
      ada dua batas kejujuran….

      Anda sama sekali tidak tahu
      atau
      Anda Maha di dalam hikmat…

      di paragrap pertama saya sebut, “usia kesetanan anak kecil”,… nah kejujuran pada usia-usia di anak kecl biasanya malah kita anggap kesetanan, karena kejujuran mereka, mereka tidak tahu banyak tentang moral dan sebagainya,.. mereka tidak tahu banya,sehingga kejujuran/jujur mereka menonjol, dan kita yang sudah beranjak dewasacenderung terkontaminasi..ya toh?…. jadi ada batasnya…

      nah orang yang hidup di pedesaan juga cenderung untuk lebih berbuat jujur daripada orang yang hidup diperkotaan yang tahu lebih banyak… dan lainsebagainya,….harus dibedakan sekali lagi antara berbuat jujur dan kejujuran/jujur OK…

      Tepat, karena Allah adalah sumber hikmat, maka IA adalah JUJUR/KEJUJURAN….

      contoh sederhana, orang tua harus mengedepankan hikmatnya untuk menghadapi pertanyaan-pertanyaan nylekit anak kecilnya….

      saya kira itu sangat jelas tertulis di artikel di atas…===> Artikelmu menarik lebih2 karena pemakaian katanya yang tidak umum dan multi tafsir 🙂 tetapi gini ya : Kesanku itu kan semacam surat kepada istrimu. Kayaknya gitu.

      Lha untuk memahami itu, memahami arti kado untuk istrimu itu maka pembaca harus punya korelasi erat dengan pengalaman kalian. Soalnya kalo nggak tahu apa yang terjadi, apa yang kalian lihat ya pastilah repot membayangkan apa maksudmu…Bener nggak ?

      Lha menurutmu apakah istrimu juga tahu apa yang kamu maksud dalam tulisanmu itu… ?


      hehehehe….
      ngga usah bertanya tentang istri atau orang lain di luar sana, tanya pada diri sendiri, kalau ngga tau kan ya tanya…
      saya kira pelan2 saya sudah menjawab….
      tetapi ada bagian yang memang dengan himat tidak akan saya kasih tau ke Anda… kan gitu

  15. lovepassword Mei 16, 2010 / 4:44 am

    Jika jujur itu menyebabkan panjang umur , apakah maksudmu yang tidak panjang umur berarti pasti karena tidak jujur ??? Atau kami yang salah menarik kesimpulan atas pernyataanmu itu… 🙂

    Tetapi paling tidak, aku bener satu point : Kalimatmu itu sungguh romantis, saking romantisnya bisa dirasakan kalo keren, tetapi tidak mudah dimengerti apalagi langsung disetujui….
    Mungkin itu terkait dengan kisah hidup kalian sehingga pihak2 yang tidak terkait ya nggak terlalu paham maksud kalimatmu… Kira-kira mungkin gicu…

    SALAM deh

    • parhobass Mei 16, 2010 / 1:59 pm

      @lovepassword

      Anda harus membedakan kalimat positifnya dengan negatifnya,
      memang kadang2 bisa berlaku terbalik… tetapi tidak selamanya begitu…

      seperti kalimat di atas….

      TUHAN melarang berdusta/berbohong
      tetapi IA juga pernah mengampuni pendusta/pembohong

      jadi kalau Anda balik kalimat “kejujuran membuat panjang umur” menjadi “kebohongan membuat pendek umur”, itu sudah lain hal,…. perlu judul baru untuk itu “kebohongan”….

      sebab ada contoh yang bs membuat panjang umur daripada tindakan berbohong
      contoh:
      Jika Polycarpus berbohong dan tidak mau mengakui YESUS, maka ia tidak akan mati terbakar, mati martir, ia akan paling tidak bisa berusia + 1 hari lagi (agak hiperbola dikit mengatakan + 1 hari) ….
      dan bapa-bapa gereja yang mari martir begitu juga…

      Nah ada juga Yakub, yang pernah berdusta/berbohong,penipu, tetapi mendapat kasih karunia….

      Nah Anda mau seperti bapa gereja? atau mau seperti Yakub?….
      ini dua contoh yang kontras saja biar lebih jelas batas garis luarnya….

      lovepassword
      ada seorang penulis/preacher…berkata
      hidup bergumul dengan TUHAN itu sangat indah dan selalu membahas masalah terdalam/core dari kehidupan itu…
      dan kita harus mengakui memang demikianlah adanya…

  16. lovepassword Mei 17, 2010 / 3:44 am

    soal agama, dan penganut agama,…yang moral, yang saya sebut tidak suka kejujuran, coba teliti diri Anda sendiri, …

    baik buruknya kelompok A,tetapi karena B adalah seagama dengan kita, maka cenderung B yang kita bela…. sehingga baiknya A dapat menjadi “buruk”, nah itu sudah melakukan ketidakjujuran…

    ===> Memang itu namanya standard ganda.. Hi hI hi …

    Dalam batas-batas tertentu tetapi kita juga harus menutupi aib orang lain.. Bener kan..Kalo mengatakan jelek orang lain, andaikata itu emang benar itu namanya ghibah , lha kalo mengatakan jelek dan ternyata omongannya salah, lha itu fitnah. Dua-duanya saya rasa dianggap jelek dalam agama manapun. Dalam Kristen Kasih menutupi , kayaknya seingatku gitu.
    Jadi bukan cuma NU yang keberatan dengan kelakukan beberapa oknum infotainment kita tetapi semuanya aslinya harus keberatan.. He he he…
    ==============================
    soal agama, dan penganut agama,…yang moral, yang saya sebut tidak suka kejujuran, coba teliti diri Anda sendiri, …

    baik buruknya kelompok A,tetapi karena B adalah seagama dengan kita, maka cenderung B yang kita bela…. sehingga baiknya A dapat menjadi “buruk”, nah itu sudah melakukan ketidakjujuran…

    ===> Itu pendapat yang berani…Baguslah….

  17. Robinson A. Sihotang Mei 17, 2010 / 5:30 pm

    @ Lovepasword

    Kamu ini tipe manusia yg suka memutar-2 kaset berulang-2 tapi tidak bisa menghapal tiap lagunya. Hehehe…
    Ketika Tuhan menyuruh kita bersyukur senantiasa dlm segala hal dgn keadaan diri lagi susah , apakah itu kamu katakan kepalsuan ?

    Pasti, Tuhan tidak menghendaki kepalsuan dari mereka yang keadaannya tidak mencerminkan rasa syukur. Maksudnya, mereka mengucap syukur hanya di bibir dan tidak tercermin dalam cara hidup mereka.

    Tuhan tidak menghendaki kepalsuan. Namun demikian, saya merasa tidak seorang pun yang ingin bertukar tempat atau bertukar keadaan dengan orang-orang yang berkata demikian: “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.”
    .
    Kejujuran itu adalah rasa total bahwa kamu meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya. Yang tidak mampu kamu kerjakan dan pikirkan jangan terlampau kamu kuatirkan. Antara kejujuran dan kepalsuan adalah kunci dalam menyikapi arah jalan hidup kita ini. Bukan mesti agama Kristen yg akan mengerti jalan keselamatan itu . Tetapi sayang seribu kali sayang hanya di agama Kristen ada diperkenalkan Tuhan suatu jalan keselamatan untuk sampai kepada kehidupan selama-lamanya.

    Salam ya Kapten Love

    • lovepassword Mei 17, 2010 / 6:01 pm

      @Robinson tercinta : Kamu ini tipe manusia yg suka memutar-2 kaset berulang-2 tapi tidak bisa menghapal tiap lagunya. Hehehe…
      Ketika Tuhan menyuruh kita bersyukur senantiasa dlm segala hal dgn keadaan diri lagi susah , apakah itu kamu katakan kepalsuan ?

      ===> Lha kapan juga gw pernah ngomong soal kepalsuan…

      Kayaknya kamu salah nyamber orang deh RAS.. Aku gak pernah ngomong gicu…

      🙂

      Tetapi sayang seribu kali sayang hanya di agama Kristen ada diperkenalkan Tuhan suatu jalan keselamatan untuk sampai kepada kehidupan selama-lamanya. ===> Kamu bisa dimarahi pendeta lho kalo ngomong gini. Kemarin -kemarin ada pendeta yang curhat ngomong gini ke aku. Keselamatan itu gak ada hubungannya sama agama, bahkan termasuk Kristen.. Bener apa salah sih RAS ?

      Eh gini RAS, daripada kamu tidak tenang dalam berkampanye, coba kamu jelaskan ke aku. Kamu kopi paste bagian mana pernyataanku yang membuat kamu rada nggak sreg biar kita diskusinya lebih fokus…

      Soalnya aku rada bingung mengapa menurutmu aku nyambit ke situ padahal aku babar blas nggak ngomongin itu…

      SALAM juga Komandan RAS
      See You

  18. Fanya Mei 19, 2010 / 12:13 pm

    Nilai “kejujuran” (dlm kaidah umum) itu sendiri mungkin sangat relatif, tidak rigid dan sangat tergantung pd sisi mana kita menilainya.

    contohnya:
    ====
    Si A tanpa sengaja melihat si B dan kawan2 melakukan perbuatan melanggar hukum (misalnya menganiaya si C). Dia ditanya dgn nada mengancam oleh si B: “kamu lihat apa yg saya perbuat?”

    si A dengan pertimbangan kelamatan dirinya dan penanganan lebih jauh, dgn tegas menjawab TIDAK! saya tidak melihat kejadian apapun!

    B: “bagus kalau kamu tidak melihat apapun, awas kalau kamu bilang apa2 sama yg berwajib! kamu bisa dipercaya khan?”

    A: “siap boss, sungguh, buat apa saya lapor dan apa yg bisa saya laporkan? orang saya ga lihat apa-apa koq!”.
    =====

    Dari penggalan ceritera diatas, si A jelas tlh tidak jujur kpd B cs demi keselematan dirinya. Apakah gara2 perbuatan si A kpd si B cs kemudian A dikategorikan orang tidak jujur dan tidak memiliki kejujuran?

    Jika jawabannya YA, perlu diketahui lanjutan ceriteranya dimana beberapa saat kemudian setelah situasinya memungkinkan, si A lapor ke pihak berwajib dan mengungkapkan sejujurnya (100%) semua yg dilihat dan diketahuinya ttg pebuatan B dkk…..

    Kali ini, thdp petugas, thdp kepentingan masyarakat luas, demi perintah agama, demi kemanusiaannya thdp si C yg dianiaya, demi nuraninya sendiri, si A jelas berbuat jujur, karena dia memiliki kejujuran dlm hatinya.

    Secara kumulatif, terkaid dgn 1 kejadian itu saja, si A jelas tlh melakukan 2 (dua) perbuatan bertolak belakang yaitu:

    1. Berbohong/dusta/0% jujur kpd kelompok B;
    2. 100% Jujur kpd pihak berwajib, kpd kepentingan si C, bagi masyarakat luas, bagi agamanya, kpd nuraninya sendiri dll….

    Menurut rumusan pemikiran Om Par si A jelas termasuk orang yg TIDAK JUJUR/TIDAK PUNYA KEJUJURAN karena dia pernah tidak jujur!

    Pertanyaan saya, apakakah pihak berwajib, si C, masyarakat luas, hakim pengadilan dan TUHAN juga sama seperti Om menilai si A sbg manusia yg TIDAK JUJUR dan TIDAK PUNYA KEJUJURAN?

    tolong dijawab dgn logis dan jujur Om! tks

    Salam logika deh.

    • parhobass Mei 19, 2010 / 1:46 pm

      @fanya

      hehehe; sekarang “kaidah” umum itu sudah ada labrak sendiri kan,
      tapi tidak apa2lah,….

      contoh yang Anda buat telah menjadi contoh betapa JUJUR/JEJUJURAN itu tidak ada…dengan dalih apapun, kalau ada 0.000001 KETIDAKJUJURAN tetaplah itu bukan JUJUR/KEJUJURAN, seperti kata mas lovepassword, berbohong demi kebaikan, saya katakan itu adalah seni munafik tingkat tinggi…

      sehingga batas jujur itu dapat kita rangkung satu, yaitu TIDAK TAHU SAMA SEKALI, sehingga kalau ada pertanyaan, dijawab saja tidak tahu, selesai, tetapi ada dilema pada manusia, bahwa manusia selalu ingin cari tahu dan selalu ingin tahu, sehingga pengetahuannya itu kadang menciptakan “kecelakaan”, yang bisa membuat melakukan KETIDAKJUJURAN…

      salam

  19. parhobass Mei 19, 2010 / 1:58 pm

    @fanya

    pertanyaan Anda saya jawab terpisah,

    Pertanyaan saya, apakakah pihak berwajib, si C, masyarakat luas, hakim pengadilan dan TUHAN juga sama seperti Om menilai si A sbg manusia yg TIDAK JUJUR dan TIDAK PUNYA KEJUJURAN?

    Saya langsung ke TUHAN saja, sejauh apa yang diwahyukan di Alkitab, karena bicara aparat itu agak susah, variablenya cenderung robus hehehe….

    Alkitab berkata:
    1. “Semua manusia sama di mata TUHAN”
    2. “Semua manusia telah berdosa”
    3. “Tak satupun yang benar dan yang tidak luput dari kesalahan, termasuk di dalamnya KETIDAKJUJURAN/JUJUR”
    4. TUHAN mengasihi ciptaanNYA..

    tetapi TUHAN bisa mengampuni, karena IA adalah KASIH, karena YANG KASIH adalah ESA dengan YANG BENAR,… itulah salah satu MAKNA TUHAN YANG ESA… secara pemikiran manusia BENAR dan KASIH itu agak susah dinalar, tetapi TUHAN sudah berkata IA adalah ESA, YANG BENAR adalah sama, satu esensi dengan YANG KASIH… ALLAH YANG MAHA ESA…

    nah perbuatan kita yang TIDAK JUJUR diberikan pengampunan, diberi anugerah, di dalam kata sehari2 kita, dimaafkan, nah maaf dari TUHAN itulah yang memampukan kita menjadi 100 PERSEN, yang tadinya selalu 0 Persen menjadi 100 persen oleh karena pertolongan TUHAN…

    Itulah arti, hanya karena kasih karunia, bukan oleh karena perbuatan..
    karena kalau karena perbuatan, maka seperti contoh mas fanya di atas, selalu ada celah untuk berbuat tidak jujur…

    Tetapi hikmat ALLAH bekerja juga demi KasihNYa itu, sehingga kita tidak menjadi manusia2 yang enaknya saja, kita diberi juga tanggung jawab, yaitu Sama Seperti Kristus,…sehingga integritas dan kekudusan, ketulusan dibarengi dengan kejujuran dan kesetiaan,.. sehingga oleh itu semua layaklah kita disebut anak-anak Allah, artinya TUHAN tidak salah memilih kita sejak lahir kita…

    setelah TUHAN memilih, maka buktikan kita layak menerima KasihNYA, yaitu pengampuan beroleh 100 persen KEJUJURAN… sebab ALLAH ADALAH 100 PERSEN maka oleh karena IMANUEL, TUHAN Beserta kita, maka yang ada di hadapanNYA juga harus 100 persen…

    kesannya agak mutar2 kalimatnya, tetapi memang agak berat untuk dijelaskan kalau ROH KUDUS menuntun pasti jelas…

    salam

    • Fanya Mei 22, 2010 / 10:14 pm

      @ Om Parhobass,

      Kembali pd tulisan anda : (saya copas)

      ======
      “Sekarang bertanyalah pada diri Anda sebagai bagian dari kaum agama itu, adakah kejujuran pada diri anda ?”,

      (statement Om Par selanjutnya) :

      “jika YA, Anda telah membohongi nurani, jika Tidak, Anda telah membohongi ideologi.”

      =======

      Terhadap pertanyaan “adakah kejujuran pada diri anda”? jawaban fanya tetap: YA

      dasarnya jelas firman Allah dlm asy-Syams [QS 91:7-10 ]:

      dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), [QS 91 : 7]

      maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) KEFASIKAN dan KETAKWAANNYA, [QS 91 : 8]

      sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, [QS 91 : 9]

      dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. [QS. 91 : 10]

      =====

      Jiwa setiap manusia diciptakan Allah swt dlm keadaan SEMPURNA! Allah swt mengilhamkan (menanamkan kedalam jiwa tsb) jalan fujuroha wa taqwaha (kefasikan/kepalsuan/kemungkaran dan ketakwaan/kelurusan di jalan-Nya) agar setiap nurani manusia ngeh atau ngerti mana2 perilaku buruk dan yg baik.

      Maka dari itu, dalam setiap jiwa manusia (yg diciptakan Allah dgn SEMPURNA) PASTI ADA KEJUJURAN dan juga….. KEPALSUAN. Bahwa kemudian seseorang memilih jalan kefasikannya (kepalsuannya)… itulah jalan yg dipilihnya yg kelak mesti dipertanggungjawabkan dihadapan-NYA sbgmn dikemukakan dlm ayat 9-10.

      Logikanya, jika jiwa manusia tidak memiliki muatan kejujuran, …… maka Tuhan tidak menciptakan jiwa manusia dgn sempurna!, shg secara hukum manusia tak seharusnya dibebani tanggung jawab atas berbagai kesalahan yg diperbuatnya!
      Bukankah anak kecil yg belum dewasa atau orang dewasa yg idiot, yg tidak tahu salah-benar/baik-buruk juga tidak dikenai sanksi hukum atas kesalahan2nya?

      salam kesempurnaan

      • parhobass Mei 25, 2010 / 8:15 am

        @fanya,

        perbuatan jujur pasti ada,
        dan perbuatan ketidakjujuran yang melekat pada manusia itu telah membuat manusia bukan JUJUR/KEjUJURAN, itulah yang disebut rusak. Dan karena rusak itulah maka kesempurnaannya sudah bergeser….dan karena awalnya diciptakan sempurna maka TUHAN melihat kerusakan itu dan TUHAN bergerak hatiNYA untuk menyempurnakanNYA… KETIDAKJUJURAN harus disempurnakan oleh KEJUJURAN/JUJUR,… TUHAN NamaNYA…

        saya kira begitu argument saya di atas….

        dan satu hal yang mas fanya lupakan,
        batasan kejujuran adalah.. Anda tidak tahu sama sekali, atau Anda adalah Maha di dalam hikmat….
        jadi argument Anda di paragraf terakhir hanya memutar-mutar, kalau Anda setuju dengan penjelasan saya tidak usah memutar-mutar ke sana kemari hanya karena agama kita berbeda…

        Mas fanya,
        saya bertanya boleh dong, karena sampean mengutip Al Quran, Kitab Suci Anda,
        1. Nah allah Anda menempatkan kesempurnaan itu dan kepalsuan itu serempak di diri manusia?, kapan? bagaimana?
        2. Bagaimana hubungannya terhadap pelanggaran perintah allah Anda jika manusia hanya memilih salah satu “pemberian” allah yang ternyata ada di diri manusia itu sendiri?
        3. bagaimana hubungan perbuatan manusia di dalam penghakiman allah Anda?

        Salam…

    • lovepassword Mei 23, 2010 / 6:30 am

      @Parhobass : Saya rasa jawaban dari Saudara Fanya sungguh menarik :

      “Sekarang bertanyalah pada diri Anda sebagai bagian dari kaum agama itu, adakah kejujuran pada diri anda ?”,

      (statement Om Par selanjutnya) :

      “jika YA, Anda telah membohongi nurani, jika Tidak, Anda telah membohongi ideologi.”

      =======

      Terhadap pertanyaan “adakah kejujuran pada diri anda”? jawaban fanya tetap: YA

      dasarnya jelas firman Allah dlm asy-Syams [QS 91:7-10 ]:

      dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), [QS 91 : 7]

      maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) KEFASIKAN dan KETAKWAANNYA, [QS 91 : 8]

      sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, [QS 91 : 9]

      dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. [QS. 91 : 10]

      =====

      Jiwa setiap manusia diciptakan Allah swt dlm keadaan SEMPURNA! Allah swt mengilhamkan (menanamkan kedalam jiwa tsb) jalan fujuroha wa taqwaha (kefasikan/kepalsuan/kemungkaran dan ketakwaan/kelurusan di jalan-Nya) agar setiap nurani manusia ngeh atau ngerti mana2 perilaku buruk dan yg baik.

      ===> Begini ya Om Parhobass, kalo kita sedikit melakukan perbandingan agama, sisi yang disebutkan Fanya itu saya rasa juga ada dalam agama Kristen. Salah satu kisahnya :

      Ada cerita Yesus mengenai benih-benih yang dipatok ayam( burung maksudnya) , benih yang jatuh di tanah berbatu dan tanah yang subur. Salah satunya ada di Markus.

      4:3 “Dengarlah! Adalah seorang penabur keluar untuk menabur.
      4:4 Pada waktu ia menabur sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis.
      4:5 Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itu pun segera tumbuh, karena tanahnya tipis.
      4:6 Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar.
      4:7 Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati, sehingga ia tidak berbuah.
      4:8 Dan sebagian jatuh di tanah yang baik, ia tumbuh dengan suburnya dan berbuah, hasilnya ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang seratus kali lipat.”

      Dari sudut pandang kisah ini, saya rasa kita bisa mengartikan benih di situ : Adalah sesuatu yang baik yang asalnya dari Tuhan ? Bener iya ? Nggak terlalu salah kan jika saya mengartikan begicu ?

      Sesuatu yang baik itu ya salah satunya kejujuran itu…

      Lha masalah apakah tanaman itu bakal tumbuh dengan baik atau tidak, itu tidak semata2 tergantung benihnya yang asal muasalnya baik – tetapi juga respons tanah atas benih itu. Jika bibitnya baik tetapi tanahnya kurang subur kan juga tidak maksimal.

      Lha karena yang kita bicarakan ini adalah :
      “Sekarang bertanyalah pada diri Anda sebagai bagian dari kaum agama itu, adakah kejujuran pada diri anda ?”,

      ===> Jawabannya memang jelas iya.

      Karena benih itu sudah ditaburkan . Lha masalah ada benih yang setengah mati karena tanahnya kurang subur itu lain perkara tetapi benih2 kebaikan itu sendiri ada dalam diri setiap manusia . Masalah Ada kekurangan manusia dan sebagainya, jelas semua manusia punya kekurangan. Tetapi itu tidak berarti bahwa benih itu termasuk benih kejujuran tidak ada. Saya rasa gicu sih…

      SALAM

      • parhobass Mei 25, 2010 / 8:30 am

        @lovepassword

        Anda mau berkeliling2 ke ayat manapun, kesaksiannya tetap teguh…

        contoh kutipan Anda,
        Firman, yang baik itu adalah apa yang TUHAN/YESUS ucapkan… dan itu adalah SEMPURNA…

        tetapi karena kita tidak sempurna maka FIRMAN Yang baik itu bisa tidak berfaedah sama sekali…

        Contoh:
        suatu ayat bisa kita baca, bagi yang percaya dan mau hidup di dalamnya akan bersuka cita, karena syukur ALLAH yang mau menjamah…
        tetapi di orang lain, mungkin orang seperti Anda, masih mungkin lho yah, ini hanya sebagai contoh dari perbincangan kita berdua di sini, ayat tertentu hanya berguna untuk memperpanjang “silat lidah”,… sehingga hanya memuaskan pengetahuan, tanpa mau hidup di dalamnya…

        kembali ke kutipan Anda,
        manusia tidaksempurna lagi, karena sudah rusak, maka TUHAN Yang sempurna ingin mengembalikan manusia itu ke dalam kesempurnaanNYA, di dalam KUASa dan HikmadNya IA bekerja,… nah manusia tidak ada yang sama, semua bisa menerima Yang Sempurna itu, tetapi tidak semua mampu melakukannya, walaupun kemungkinan ada yang mampu,…jadi sebesar Anda menerima dan menyelami Yang Sempurna itu, maka hal yang tadinya rusak, maka sedemkian besarlah “perbaikan kerusakan” yang Anda dapatkan, ada yang menjadi perabotan yang berguna, yang sedikit berguna dan yang biasa-biasa, ada anggota yang menjadi emas, perak, kayu dan tanah… kan gitu toh…
        TUHAN mengenal milik kepunyaanNYA….Yang tadinya Anda adalah tanah yang hidup, tetapi oleh penerimaan dan syukur dan rahmad Allah yang bekerja berlipat-lipat di diri Anda, maka Anda bisa diubahkan menjadi EMAS/PERAK… contohnya Petrus, dari penjala ikan menjadi penjala manusia, Paulus dari pembunuh jemaat jadi pembela jemaat,… Yohanes dari si Emosi tingkat tinggi jadi si rendah hati, …d.l.l,…

        salam;

      • lovepassword Mei 25, 2010 / 8:58 am

        Saya rasa yang dimaksud Fanya dan juga aku ^_^ itu maksudnya gini…

        Kita lihat dulu analoginya…

        Ada benih baik… Benih itu benih kebaikan, benih itu diberikan Allah…

        Lha benih itu ditanam. Lha benih yang ditanam, meskipun bahkan benih itu baik tetapi kan tergantung dari “penerimaan tanah” tergantung dari tanahnya keras atau tanahnya subur , tergantung dipupuk dirawat atau tidak…

        Kita sama-sama mudeng …ini kan…

        Lha yang saya omongkan itu gini : Benih itu sendiri ya benih yang baik, meskipun andaikata benih itu nggak tumbuh karena tanahnya jelek sekalipun…

        Karena tanahnya jelek kita nggak bisa menyalahkan benihnya… karena asal muasal benihnya kan emang baik… Itu lho maksudnya…

        SALAM

      • parhobass Mei 25, 2010 / 9:37 am

        @lovepassword

        baiklah kita tunggu tanggapan mas fanya, daripada Anda merasa pasti bahwa maksud fanya demikian….

        perkataan Anda:

        Karena tanahnya jelek kita nggak bisa menyalahkan benihnya… karena asal muasal benihnya kan emang baik… Itu lho maksudnya…

        semakin mutar2 sepertinya…
        yang nyalahkan benih siapa?

        akibat tidak fokus yang begini, membawa masalah2 yang baru untuk menyelesaikan masalah yang ternyata belum mau disepakati….

        repot jadinya…

  20. lovepassword Mei 19, 2010 / 2:00 pm

    Ocree…Ocree…deh… Siraman Qolbu yang menarik ala Raden Mas Parhobass…

    Tapi gini ya :

    Tetapi kamu tidak secara tegas menjawab saat aku tanya kasus Yudhistira itu?

    Lha sekarang kutanya yang lain soal Paulus..

    Ada ayat yang menarik terkait Paulus… Aku nggak ngomongin ayat klasik dalam debat agama semacam : Tetapi jika kebenaran Allah oleh dustaku semakin melimpah bagi kemuliaan-Nya ..dst …

    Karena itu terlalu klasik dan sering dibahaslah itu…

    Aku tanya soal ini saja : Dalam salah satu fragmen cerita Paulus pernah secara langsung atau tidak langsung mengadu domba orang Farisi dan orang Saduki

    Kis 23:6 Paulus melihat bahwa sebagian dari anggota-anggota mahkamah itu terdiri dari orang-orang Saduki dan sebagian lagi terdiri dari orang-orang Farisi. Karena itu ia berkata kepada mahkamah itu, “Saudara-saudara! Saya seorang Farisi, keturunan Farisi. Saya diadili di sini oleh sebab saya percaya bahwa orang-orang mati akan hidup kembali.”

    ===> Yang dilakukan Paulus pada saat itu termasuk kebohongan atau tidak. Bukan dari sisi Farisinya tetapi pernyataan alasan mengapa dia ditahan … ?

    Bagaimana kamu menjelaskan hal tersebut ?

    Ada lagi : Bagaimana kamu menyikapi ayat cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati ?

    SALAM Par

    Senang bisa ngobrol denganmu…

    SALAM

    • lovepassword Mei 19, 2010 / 2:04 pm

      Karena kamu pernah ngomong soal Swindoll, seingatku , karena aku emang rada lupa – Seingatku Swindoll menilai peristiwa itu dari sudut pandang positip…

      Bagaimana menurutmu ?

      seperti kata mas lovepassword, berbohong demi kebaikan, saya katakan itu adalah seni munafik tingkat tinggi… ===> Apakah menurutmu Paulus pada saat itu sedang mempraktekkan seni munafik tingkat tinggi ???

      SALAM Par

      See You

      Salam lagi deh…

      • parhobass Mei 19, 2010 / 4:30 pm

        @lovepassword

        saya kira sudah jelaskan, Paulus tidak tahu kalau beliau itu adalah Imam Besar, jadi sangat klop dengan batas pertama, yaitu sama sekali tidak tahu….kecuali dia tahu dari awal maka Paulus munafik sejati, nyatanya dia memang tidak tahu…karena ia tidak tahu, maka ketika dikasih tahu dia langsung minta maaf, karena memang ada tersurat, bahwa kita harus menghormati pimpinan kita… sebab paulus masih Yahudi, maka pimpinan dia sebagai Yahudi adalah Imam Besar..

        itu paralel dengan:
        Kita tahu rakyat dan pemerintah sama2 ada salahnya di dalam hal korupsi di Negara Tercinta ini, tetapi rakyat maunya demo saja; protesss tanpa pernah mengoreksi diri sendiri, nah itu sudah munafik namanya…
        munafik, munafik, munafik, eheheheh

        salam juga
        dan semoga diskusi kita juga dibaca oleh mas fanya

    • lovepassword Mei 19, 2010 / 2:14 pm

      Ada juga ayat model ini ” aku tidak tahu, bahwa ia adalah Imam Besar. Memang ada tertulis: Janganlah engkau berkata jahat tentang seorang pemimpin bangsamu!”

      ==> Banyak pakar, kalo kata pakar itu rada muluk, anggap saja banyak oranglah. Banyak orang yang berpendapat bahwa yang dikatakan Paulus itu lebih berupa sindiran daripada ungkapan sebenarnya.. Karena rasanya mustahil Paulus yang besar dengan tradisi Yahudi ketat … tidak mengenal Imam Besar ..

      Jadi Paulus jelas tahu bahwa Ananias adalah Imam tetapi dia mengatakan tidak tahu…

      Bagaimana menurutmu Parhobass tercinta ?

      Apakah kamu masih setia dengan pendapatmu tentang seni kemunafikan tingkat tinggi ?

      SALAM Iya Par

  21. parhobass Mei 19, 2010 / 4:33 pm

    @lovepassword

    kita sama sekali tidak tahu bagaimana keadaan persidangan kala itu, tetapi kemungkinan besar adalah sama seperti persidangan penistaan agama di Indonesia akhir2 ini, ramai orang berjubah dan ingin membunuh siterdakwa, jadi saking ramainya, kemungkinan siterdakwa tidak dapat melihat Hakim lagi… jadi ketika hakim teriak, DIAAAAMMM, si terdakwa langsung nyahut, KAU AJAH YANG DIAMMM, sebab si terdakwa sudah dikerumunin oleh manusia2 berjubah yang menganggadp dirinya benar dan melihat terdakwa sebagai SETAN…

    saya kira gambaran itu leboh klop dengan keadaan masa itu, kalau Anda baca Kitab Kisah Para Rasul itu sangat jelas…

    salam

  22. parhobass Mei 19, 2010 / 4:49 pm

    @lovepassword
    tambahan dari yang di atas

    nah mengenai cerdik seperti ular, tulus seperti mepati,.. saya kira sudah dijelaskan tentang hikmat…

    mengenai ada kesan Paulus mengadu domba Farisi dengan Saduki,… saya kira itu juga sudah lari dari kemasan artikel tentang “KEJUJURAN”,… tetapi menjadi sangat tepat ia mengatakan kebenaran, sebab SADUKI memang banyak sesatnya, salah satunya mereka tidak percaya adanya MUKJIJAT, padahal kitab mereka adalah 5 KITAB MUSA, dan 5 Kitab Musa penuh dengan MUKJIJAT, jadi Paulus sedang menghardik dengan hikmat…

    mengenai perkataan, … oleh dustaku.. bla..bla…
    saya harap mas lovepassword harus membaca dengan jelas konteksnya,..ingat ¨Paulus digelari juga si peleter, alias si banyak ngomong oleh musuh2nya, dan orang yang dia surati juga ada orang yang menganggap dia pendusta, nah karena dituduh pendusta itulah maka ia mengutarakan kalimat itu,…
    itu bahasa ala robin hood, di jaman sekarang ini,… mencuri untuk menghidupi orang miskin, cuman dalam hal ini paulus bukan robin hood yang mencuri melainkan robin hood yang dituduh mencuri…

    salam

    • lovepassword Mei 23, 2010 / 6:04 am

      @Parhobass tercinta : Jawaban kamu itu mungkin tidak terlalu disepakati oleh penafsir yang lain, karena misalnya saja dalam kisah Paulus ngomong :

      ” aku tidak tahu, bahwa ia adalah Imam Besar. Memang ada tertulis: Janganlah engkau berkata jahat tentang seorang pemimpin bangsamu!”

      Rada kecil kemungkinannya jika kata tidak tahu itu berarti memang Paulus benar2 tidak tahu mengenai Imam Besar. Kamu mendalihkan mungkin Paulus waktu itu tidak melihat, dsb. Situasinya rame dsb. Ada juga penafsir yang lain memasang dugaan lain lagi misalnya Paulus sudah kebanyakan pergi jarang pulang sehingga nggak tahu siapa Imam Besar waktu itu… 🙂 Yah namanya juga menduga-duga…

      Tetapi kalo dari sisi kronologis ceritanya Maka kesan bahwa kalimat itu lebih berupa sindiran memang cukup kuat.
      Gambarannya gini : Paulus mau ngomong kamu nggak pantes jadi Imam Besar. Atau Perbuatan memukul tahanan itu bukan perbuatan yang pantas dari seorang pemimpin. Jadi itu lebih bersifat sindiran. Ada juga yang mengartikan lain lagi misalnya Imam Besar itu Yesus. Tafsir yang mungkin lebih aneh lagi jika yang dibahas adalah ayat itu.

      Variasi dari aneka pendapat ini bisa kamu baca di Biblosmu itu.. Hi Hi hi..

      http://bible.cc/acts/23-5.htm

      Tapi bagaimanapun kamu konsisten… Kalo bicara mungkin gak mungkin, yang namanya masa lalu kan ya rada sulit kalo diketahui suasana kebatinannya 100 persen pasti pada waktu sekarang. Jadi semuanya kan cuma kira2.
      Karena kamu mengambil sudut pandang itu, menafsirkan begitu memang jadi sulit dipersoalkan. Kecuali aku bisa mendapatkan ayat-ayat yang lain yang bisa kita diskusikan lebih lanjut.

      SALAM

      • parhobass Mei 25, 2010 / 8:21 am

        @lovepassword

        Anda tidak perlu mengelilingi dunia ini jika Anda tidak memiliki hati yang mau menerima, saya kira itu penting…

        jadi kalau terus kita bahas mengenai ucapan2 Paulus kepada Imam Besar itu, tetapi tidak ada korelasi signifikan dengan apa yang kita bicarakan sebelumnya mengenai artikel ini…, akan menghilangkan atau menjauhkan kita dari makna KEJUJURAN itu sendiri…

        satuhal, menafsir itu bukan menduga-duga, pandangan sinismu itu sangat tidak sopan terhadap siapa Allah…

        salam,

      • lovepassword Mei 25, 2010 / 8:49 am

        satuhal, menafsir itu bukan menduga-duga, pandangan sinismu itu sangat tidak sopan terhadap siapa Allah…===> Gini ya Parhobass yang manis, jangan terlampau sering dibiasakan menganggap Allah terhadap diri sendiri…

        Kalo kau anggap orang yang mengatakan Paulus bermaksud menyindir Imam Besar dengan kalimatnya itu : “Tidak Sopan Terhadap Siapa Allah” ya itu namanya dikau maksa. Hi Hi Hi ..

        Lha wong yang ngomong juga pendeta yang mempunyai kemampuan menafsirkan.. ^_^ Kamu cari saja di googlemu… Aku jelas tidak sedang mengarang indah …

        Sebenarnya substansi diskusi kita ini apa sih ? Ngomong masalah kejujuran .

        Lha yang saya bicarakan adalah dilema dalam kenyataan-kenyataan praktis , mirip misalnya seperti konsep just war dsb. Yesus mengajarkan misalnya ditampar satu pipi diberikan pipi yang lain. Tetapi kan perlu dilihat dari segala sudut pandang gicu kan iya…

        Begicu juga dengan kejujuran ini… Kalo misalnya terdapat dilema besar, misalnya orangtuamu mau dibunuh oleh musuhnya dan kamu tahu dia dalam bahaya, kamu ditanya dimana orang tuamu. Pada saat itu timbul dilema…

        Lha yang kita bahas itu kasus-kasus etis dan moral yang berhadapan dengan konflik dan dilema dalam kehidupan…Itu lebih penting karena kadang manusia harus menghadapi kenyataan2 sulit.

        Ketika seorang pendeta misalnya mengatakan Paulus tahu bahwa Ananias adalah Imam Besar karena Paulus pakar yahudi , sehingga dia menafsirkan bahwa ucapan paulus itu adalah sindirian terhadap kesewenang-wenangan otoritas, Paulus pada saat itu dianggap menyindir penyalahgunaan kekuasaan meskipun Paulus kemudian tunduk.

        maka TAFSIR seperti itu Babar Blas Sama sekali nggak ada hubungannya dengan TIDAK SOPAN terhadap ALLAH… . HUbungannya apa coba ???

        Jadi biasakanlah berpikir gini ya Par : Kalo ada makhluk hidup yang berbeda pendapat dengan kamu atau menyebutkan sisi lain yang mungkin tidak kamu bicarakan, itu MASIH SANGAT BERBEDA artinya dengan TIDAK SOPAN terhadap ALLAH, lha kecuali kalo kamu itu Allah atau setidaknya merasa Allah tentu beda lagi urusannya…^_^

        SALAM Iya

        See You

      • parhobass Mei 25, 2010 / 9:33 am

        @lovepassword

        saya tidak mengatakan Allah pada diri saya sendiri,
        saya hanya mengatakan pandangan sinis Anda akan tafsir itu sangat tidak sopan terhadap Siapa Allah?

        penafsir yang saya maksud bukan diri saya sendiri, tetapi kebiasaan Anda membenturkan tanpa melihat sisi terdalamnya…
        contohnya dengan mengambil tafsir secara acak lalu membenturkannya dengan orang lain, itu kebiasaan yang sangat buruk..

        tampar pipi kiri beri pipi kanan itu bukan seperti yang Anda kira…

        nah mengenai tafsir berbeda,
        coba perhatikan dengan seksama point apa yang sedang ditekankan oleh si penafsir ok,…
        Biarpun ayatnya cuman satu, contoh Allah adalah Kasih,
        tetapi jika seorang yang dikarunai “pengajaran” dalam konteks tertentu bisa berbeda makna…
        Jika Kasih dihubungkan dengan Keadilan maka bisa berbeda sudut pandang jika dihubungkan dengan Penghakiman… itu yang harus Anda pegang teguh,… bukan seolah maknanya yang bertentangan atau orangnya bertentangan, tetapi bagi kita yang memaknai carilah point utama yang sedang ditekankan….di dalam hal ini Penghakiman dan atau Keadilan…

        contoh kasus anda tafsir Paulus vs Imam besar,
        Di dalam konteks “otoritas”, bagaimanapun tafsir itu tetap masuk, bahwa memang si Imam Besar telah sewenang2 menghakimi orang lain, bukankah Imam Besar harus bertanya kepada TUHAN untuk memutuskan suatu perkara?
        di dalam konteks “kejujuran”, bukankah sudah jelas, memang Paulus, entah dengan bagaimana, memang ia tidak mengenal Imam Besar pada masa itu…
        di dalam konteks “kepatuhan”, bahwa memang kita harus patuh kepada pemerintah, atau atasan, seperti Paulus telah mengutip bahwa kita harus tunduk kepada atasan, dalam hal ini Imam Besar adalah atasan Paulus di dalam hierarki ke-Yahudi-annya…

        dan banyak konteks yang lain…

        satu hal, konteks2 inilah yang selalu membuat Alkitab itu enak dan sedap di gali, karena semakin digali semakin dalam, semakin kita menceburkan diri semakin dalam pula konteks yang kita dapatkan…

        Alkitab bukan perkara mekanis, tetapi relasi dengan TUHAN,..
        jadi kalau Anda melihat sinis para penafsir, itu sedikit besar memperlihatkan kekerasan hati Anda….

        salam;

    • lovepassword Mei 25, 2010 / 10:51 am

      bukankah sudah jelas, memang Paulus, entah dengan bagaimana, memang ia tidak mengenal Imam Besar pada masa itu…

      ===> Sudah jelas apanya ? Lho yang sudah jelas itu kan menurutmu.

      Lha aku kan juga gak bilang kamu pasti salah. Tetapi kamu jelas maksa juga kalo menyalahkan gicu lho..apalagi mengaitkan dengan sopan santun terhadap Allah segala.

      Ada banyak tafsir soal itu.

      Tetapi substansinya bisa kita kelompokkan menjadi dua golongan besar :

      Pertama : Alhi Tafsir model pertama Memaknai kata “TIDAK TAHU” itu apa adanya … dalam arti Paulus tidak tahu beneran. Lha alasan tidak tahu ini emang bisa macem misalnya :

      Paulus pergi gak pulang2, Suasananya rame sehingga Paulus gak liat, Baru saja pergantian pemimpin sehingga paulus gak tahu atau alasan lain.

      Tiap penafsir punya ide lain2 menganai alasannya tetapi mereka sepakat kalo kata “TIDAK TAHU” diatas artinya emang “TIDAK TAHU” dalam arti denotasi atau kalimat sesungguhnya…

      Pendapat yang Kedua : Ada juga yang mengartikan bahwa Paulus sesungguhnya tahu , kata TIDAK TAHU di sini dimaksudkan sebagai macam2 alasannya tergantung penafsirnya.

      Misalnya : karena Paulus bermaksud memprotes kesewenangan penguasa/pihak yang punya otoritas, Paulus mau ngomong elo gak pantes jadi Imam Besar atau perilakumu gak pantes kalo disebut perilaku Imam, Imam Besar adalah yesus, dsb dengan alasan mereka masing2. tetapi substansinya sama yaitu penafsir pada kubu ini sepakat bahwa kata “TIDAK TAHU” di sini bermakna konotasi dalam konteks menyindir jadi Paulus tidak benar2 tidak tahu…Kata TIDAK TAHU disini diartikan secara KONOTASI.

      Lha saya menyebutkan itu, saya juga kamu baca lagi komentar saya – tidak bilang kamu salah… Saya justru mengatakan kamu konsisten…

      Lha ketika terjadi perbedaan tafsir , saya juga selalu menganggap itu biasa… Di semua agama beda tafsir pasti ada…Lha saya sepakat bahwa pendapatmu itu walaupun ada pendapat lain, masih dianggap wajarlah…Wajar-wajar saja…

      Yang nggak wajar itu apa ? yang nggak wajar itu jika kamu hobi mengatakan orang yang berbeda pendapat denganmu itu identik dengan Tidak Sopan terhadap ALLAh.. Gicu lho…

      SALAM Iya

      See You

      Salam lagi deh…

      • parhobass Mei 25, 2010 / 11:06 am

        @lovepassword

        yang saya sebut Anda tidak sopan karena:
        1. dengan mengatakan bahwa tafsir adalah dugaan
        2. seringnya Anda membenturkan tafsir2 tanpa menilik makna yang ditekankan oleh sipenafsir

        jadi tidak ada hubungannya dengan isi dari tafsir Paulus vs Imam Besar…

        mengenai isinya, saya kira Anda pun tidak perlu berpanjang lebar, sebab secara kasat mata tidak ada yang berbeda dari kita…

        Note:
        KETIDAKTAHUAN penafsir atas apa yang terjadi dengan detail itulah justru yang memperkaya umat ALLAH sehingga mereka sedemikian akan selalu dekat dengan SUMBER berita, yaitu ALLAH…
        dan oleh karena suatu saat tertentu ALLAH tidak terlihat, dan pada saat terntentu manusia tidak sabaran, maka timbulkah manusia2 yang “salah” ucap,….

        salam;

      • LOVEPASSWORD Mei 25, 2010 / 11:16 am

        dugaan ? Ya kan tidak setiap hal bisa diketahui secara pasti karena gap jaman, dsb. Jadi sisi dugaan bagaimanapun memang pasti ada.

        Kamu berusaha mencari tahu, lha bagian yang kamu tidak tahu pasti kan coba kamu tarik coba kamu bayangkan dengan imajinasimu , seperti saat kamu ngomong mungkin Paulus gak liat karena suasana sidang kisruh itu dugaan. Itu masuk akal, tetapi jangan nolak kalo namanya emang dugaan. Lagian apa masalahnya dengan dugaan…

        Point nomor 2. Kalo saya melakukan itu dihadapan kalian mustahil kalian tidak membantah saya kan. Dalam kasus ini saya memaparkan apa adanya dan menurut saya seturut dengan ide penafsirnya. Misalnya saat saya mengatakan mungkin Paulus menyindir kesewenang-wenangan agamawan waktu itu. Saya rasa saya nggak memelintir. Emang maksud penafsirnya ya gicu…

        Cuma karena kamu mengambil sisi yang lain, maka ada perbedaan. tetapi saya tidak memelintir sama sekali..

        SALAM Iya

        See You

      • parhobass Mei 25, 2010 / 11:31 am

        @lovepassword

        1. Tafsir itu bukan dugaan, dugaan bisa menghiasi, tetapi tafir adalah penekanan konteks atau pengajaran yang “kasat mata” yang tersembunyi bagi orang2 tertentu tetapi tidak tersembunyi bagi orang yang dipakai TUHAN…ketidaksopanan Anda masih tetapi disitu dengan mengatakan tafsir sama dengan dugaan…

        2. Makanya kita harus tahu penekanan apa yang sedang dikemundangkan oleh penafsir,.. dengan usaha mereka-reka detail atau kejadian nyata untuk memperjelas makna yang sedang dikumandangkan itu tidak masalah… kalau reka2an itu dibandingkan tidak ada masalah, karena memang tidak ada yang tahu kejadian persisnya, tetapi kalau apa yang dikumandangkan itu kita bandingkan dengan kasar, itu salah, itu yang saya sebut tidak sopan…

        semoga bisa mengerti apa yang saya maksudkan tanpa harus berpangjang lebar di masalah tafsir, sehingga melarikan diri kita sendiri dari topik KEJUJURAN

      • lovepassword Mei 25, 2010 / 12:52 pm

        Kalo kamu bilang tafsir bukan dugaan tetapi dugaan bisa menghiasi. Lha emangnya aku pernah ngomong apa Par ? Hi Hi hi .. Konteks yang aku omongkan itu ya gicu.. Bagaimanapun pemahaman penafsir itu ada batasnya karena mereka tidak tinggal di jaman yang sama, tidak melihat merasakan sendiri dsb. Meskipun mereka belajar , tetapi karena keterbatasan itu sisi dugaan jelas tetap ada.

        Kalo kamu masih protes juga. Sebutkan alasanmu mengapa kamu katakan pada saat itu Paulus gak liat karena rame. Memangnya kamu Paulus ? Nggak kan. Yang kamu lakukan dalam hal ini apa ? ya menduga berdasarkan konteks kisahnya.

        Karena itulah ada perbedaan pendapat di sini termasuk antar pakar tafsir. Pendapatmu kan juga nggak disetujui semua pakar? ada yang gak setuju kan.?

        Dan tetap saja kata “dugaan” itu tidak bisa dipandang dalam konteks kurang ajar, nggak sopan dsb. Karena faktanya memang sisi dugaan itu ada. Yang aku katakan sejak kemarin2 kan itu.

        Kalo kamu katakan dugaan bisa menghiasi ya sudah. Itu kan caramu bicara dengan nada halus, tapi substansi yang aku omongken yang kamu protes kan iya ini… : Dalam tafsir itu sedikit banyak ada sisi dugaan selain sisi analisa. Karena emang tidak seluruhnya bisa dipahami dengan mudah, karena beda jaman.dsb ..

        Dalam bahasamu nan aduhai indah : kamu mengatakannya demikian : Dugaan bisa menghiasi…

        Yah yang kusampaikan kan emang ini…Cuma bahasamu lebih indah saja lebih enak didengar di kuping… Tapi substansinya kayaknya gak beda. Gicu saja kok kamu protes lho ^_^

        SALAM deh
        See You

      • parhobass Mei 25, 2010 / 12:57 pm

        @lovepassword

        weleh masih nyambung toh,

        saya sudah katakan di atas, kasat mata muatan pembicaraan kita tidak ada bedanya,…

        yang berbeda adalah… ada titik tertentu Anda menyamakan dugaan itu sama dengan tafsiran… atau bahasa mudahnya dugaan adalah tafsiran itu sendiri… kalau bukan begitu, y sudah maafkan diriku…

        sementara penjelasan saya adalah dugaan itu berguna untuk menghiasi penjelasan untuk mendapatkan makna yang sedang akan diperjelas…

        semoga selesai di sini untuk tafsir…

        so kembali ke awal,
        apakah masih ada yang perlu dipertanyakan tentang artikel “kejujuran”, kalau tidak ada saya akan ucapkan makna di dalamnya di dalam beberapa kalimat saja…

        Salam;

      • lovepassword Mei 25, 2010 / 7:37 pm

        apakah masih ada yang perlu dipertanyakan tentang artikel “kejujuran”, kalau tidak ada saya akan ucapkan makna di dalamnya di dalam beberapa kalimat saja…

        ==> Silahkan ..silahkan monggo silahkan…tapi kalo bisa selain indah enak di dengar di kuping bagusnya tidak terlalu multi tafsir sehingga tidak menimbulkan persepsi lain ^_^

        SALAM deh…
        See YOU

      • parhobass Mei 31, 2010 / 10:34 am

        kejujuran
        kejujuran yang dilahirkan oleh manusia akan melelahkan manusia itu sendiri..
        kejujuran yang berasal dari ALLAH akan melegakan manusia…

        kalau tidak percaya, cobain saja..

        Hanya itu inti dari artikel di atas…

        salam

      • lovepassword Mei 31, 2010 / 3:35 pm

        Semua kejujuran berasal dari Allah, Om Parhobass.
        Saya rasa demikian…

        Hanya saja masalahnya dalam suatu dilema antara dua pilihan yang sama buruknya, mana yang harus dipilih, itulah dilema manusia …

        SALAM

      • parhobass Juni 1, 2010 / 7:47 am

        @lovepassword

        dilema yang anda berikan itu salah satu bentuk kelelahan manusia itu,
        seperti kata Anda, bahwa semua kejujuran berasal dari Allah, kalau sudah tahu dan percaya demikian kenapa Anda harus “takut” memilih yang dari Allah? kan gitu toh?, jadi dilema yang Anda sebut hanya dicari2 manusia itu sendiri, dan itu sangat melelahkan….

        note:
        tidak semua kejujuran berasal dari Allah, seperti contoh2 yang sudah diberikan mas fanya, banyak kejujuran yang tidak berasal dari Allah…. dalam kata singkatnya, MUNA hehehe…

        salam juga….

      • lovepassword Juni 1, 2010 / 12:01 pm

        Tentu saja nggak sesederhana itu.. Hi Hi hi

        jika baik atau buruk , milih yang baik itu rada mudah
        Tetapi jika dalam dua pilihan buruk atau buruk banget, maka yang dipilih kan yang kerusakan atau kejelekannya paling kecil …Itu dilema…

        Kalo misalnya karena kamu jujur ada orang terbunuh misalnya, mendingan kamu nggak jujur… Kalo menurutku sih gicu Par…

        Dalam dilema dimana mau tidak mau manusia harus memilih maka yang dipilih ya yang jeleknya lebih sedikit…
        Jika karena kejujuran dalam suatu kasus menyebabkan kejelekan yang lebih besar , kalo menurutku sih nggak terlalu jujur ya nggak papa ….

        Itu juga terkait kebijaksanaan.

        Ketika Sulaiman hendak membelah bayi jadi dua karena dua orang ibu rebutan bayi. Menurutmu apakah dia beneran mau membelah bayi jadi dua. Kan ya tidak ? Jadi dari sisi ini kalo menurutku sih Kalo memang ada dua pilihan yang sama jeleknya ya dipilih yang jeleknya paling kecil, kalo sama baiknya ya yang terbaik.

        ROH/JIWA YANG SEMPURNA terpenjara di dalam TUBUH YANG TIDAK SEMPURNA ===> Justru karena itulah makanya ketika manusia harus memilih ya timbul dilema : Mana yang terbaik, etika, moral, kebijaksanaan, dsb…

        SALAM

      • parhobass Juni 2, 2010 / 6:52 am

        @lovepassword

        hehehe…. masih agak berat untuk berhenti yah…

        KEJUJURAN di atas hanya sebagian dari PRODUK TRANSENDEN, … itu berlaku juga buat produk2 yang lain… Anda kan senang yang kontra dengan itu, nah salah satu point Anda adalah buruk kecil dan buruk besar, kesalahan kecil kesalahan besar,… saya katakan,… tidak ada buruk kecil atau buruk besar, kesalahan kecil atau kesalahan besar… yang ada adalah keburukan yang diampuni, atau kesalahan yang dimaafkan, … kecil besar hanya bentuk pemikiran manusia itu sendiri, dan itu melelahkan manusia itu sendiri…

        pilihan hanya dua, JUJUR atau HAMPA JUJUR itu,,….. lebih dari situ melelahkan ….

        salam..

      • lovepassword Juni 2, 2010 / 12:51 pm

        Kalo nggak lelah ya bukan manusia Par…

        Yah mungkin akarnya gini :

        kamu lebih senang TV yang hitam putih , aku karena lebih ceria lebih suka TV berwarna, tapi yang ditayangkan di TV itu kan ya sama. Cuma di layarmu cuma hitam dan putih saja dan di layarku lebih kaya warna…

        Mungkin itu masalahnya Par :D…

        SALAM Deh
        See You

      • parhobass Juni 3, 2010 / 7:02 am

        @lovepassword

        itu masalah utamanya, Anda itu lebih suka membohongi diri Anda sendiri…

        jika YA, Anda telah membohongi nurani, jika Tidak, Anda telah membohongi ideologi…

        selami dulu … kalau tidak ucapan2 kosong akan semakin berhamburan dari mulut Anda…

        Salam

      • lovepassword Juni 3, 2010 / 3:33 pm

        Gimana mau menyelami lha wong kalimatmu begicu kerennya sehingga sulit diselami 😀

        Sudah deh, ntar kamu tambah galak malah bisa antik urusannya.. 😉

        See You Par

        SALAM iya

        GBU

      • parhobass Juni 4, 2010 / 9:21 am

        @lovepassword

        kalau kalimatnya tidak dalam, maka ketika kamu menjeburkan diri bisa kepentok dasarnya karena saking dangkalnya, dan malah bisa memecahkan kepala… dan berdarah-darah…mati.

        “Kedalaman” itu menjadikan penasaran, penasaran maka bertanya, kalau sudah dijawab, terima dengan lapang dada, renungkan di hati…kita bisa tidak setuju, tetapi renungan kita tidak akan sia-sia, jika kita mau menerima hal-hal yang baik dan melakukannya

        saya kira seh begitu,… tanpa harus berpanjang lebar…

      • lovepassword Juni 5, 2010 / 8:34 am

        “Kedalaman” itu menjadikan penasaran, penasaran maka bertanya, kalau sudah dijawab, terima dengan lapang dada, renungkan di hati…kita bisa tidak setuju, tetapi renungan kita tidak akan sia-sia, jika kita mau menerima hal-hal yang baik dan melakukannya

        ===> Perkara merenung renung, tiap hari aku nonton bulan sambil merenung Par…

        “Kedalaman” itu menjadikan penasaran, penasaran maka bertanya, kalau sudah dijawab, terima dengan lapang dada ===> Nggak boleh ya kalo sudah dijawab tetap penasaran 😀

        Iya deh, kita berhenti saja dulu di topik ini…

        SALAM Deh
        See You

      • parhobass Juni 5, 2010 / 10:27 am

        @lovepassword

        ada baiknya berhenti, karena diskusi sepertinya hanya berputar-putar di titik yang sama, makna yang sama,

        hanya perkara merenung yang tidak ada…

        salam

  23. Robinson A. Sihotang Mei 19, 2010 / 6:43 pm

    @ Parhobas

    jadi Paulus sedang menghardik dengan hikmat…

    .
    .

    Hehehehe … kalau juga si kapten Love ini tidak mengerti…, baiklah saya translate dikit aja JADI SDR Parhobas sedangmenghardik Lovepasword dengan hikmat

    • lovepassword Mei 23, 2010 / 6:11 am

      @Mister Robinson : Wah kamu itu emang hobi mentranslate… ^_^

  24. Fanya Mei 25, 2010 / 8:46 pm

    @ Om Parhobass,

    Anda berkata:

    Mas fanya, (hihihi..)
    saya bertanya boleh dong, karena sampean mengutip Al Quran, Kitab Suci Anda,
    1. Nah allah Anda menempatkan kesempurnaan itu dan kepalsuan itu serempak di diri manusia?, kapan? bagaimana?
    2. Bagaimana hubungannya terhadap pelanggaran perintah allah Anda jika manusia hanya memilih salah satu “pemberian” allah yang ternyata ada di diri manusia itu sendiri?
    3. bagaimana hubungan perbuatan manusia di dalam penghakiman allah Anda?

    Salam…

    =======> hihihi…. Perlu ditegaskan disini bhw saya bukan Allah dan saya tidak dibekali pengetahuan utk menjawab pertanyaan2 ttg bagaimana pekerjaan Allah SWT selain kalimat Kun faya Kun!

    Namun demikian, saya akan coba mengupas pertanyaan Om yg menurut hemat saya kurang relevan dgn ayat2 Qur’an dimaksud sbb:

    “dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), [QS 91 : 7],

    maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) KEFASIKAN dan KETAKWAANNYA, [QS 91 : 8]

    sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, [QS 91 : 9]

    dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. [QS. 91 : 10]

    =====

    Mengacu pd ayat 1 surah as-Syams yg berbunyi :

    “Demi Matahari serta Cahayanya di pagi hari”,

    maka ayat ke-7 tsb insyaAllah maksudnya sbb:
    “dan…(Demi) Jiwa serta Penyempurnaannya”.

    Ayat 7 tsb diatas menjelaskan bhw Allah -lah yg menciptakan Jiwa dan Allah menyempurnakannya.

    Ayat tsb faktanya hanya merujuk pd Jiwa dan Penyempurnaannya dan sama sekali tak berhubungan dgn KEPALSUAN sbgmn Om pertanyakan pd no.1

    Ayat 8 yg berbunyi :
    “maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) KEFASIKAN dan KETAKWAANNYA,”

    menjelaskan bhw setelah jiwa manusia disempurnakan, Allah SWT mengilhamkan (jalan) Kefasikan dan Ketakwaan ke dalam jiwa tsb.

    Kefasikan = segala sesuatu yg Allah tdk berkenan yg akan dikenai sanksi hukum bagi siapapun yg melanggarnya (a.l. ketidak jujuran, kepalsuan, kejahatan, kedengkian, syirik, kufur, ketamakan, ketidak adilan, dll).

    Ketakwaan= “jalan lurus” (a.l. kebajikan, kebenaran, keadilan, KEJUJURAN, ketaatan ibadah, kesabaran, kepedulian, syukur dll) yg dijanjikan anugrah Allah bagi siapapun yg menjalankannya.

    1. Kapan Kefasikan dan Ketakwaan tsb diilhamkan pd jiwa manusia ? … pertama kali adalah sesaat stlh jiwa tsb diciptakan dan disempurnakan Allah di alam Ruh, yg prosesnya hanya diketahui Allah, dan berikutnya adalah setelah jiwa tsb terlahir kedunia dlm wujud manusia melalui pengabaran yg dilakukan oleh Utusan2 Allah dan Kitab2-NYA.

    2. Bagaimana jika manusia hanya memilih salah satu “pemberian” Allah? (apakah yg dimaksud Om Par hanya memilih Kefasikan atau Ketakwaan saja?) Perlu difahami bahwa Allah TIDAK MEMBERI Kefasikan, melainkan mengilhamkan [jalan] Kefasikan dan Ketakwaan.
    (Mengilhamkan dan Memberikan adalah dua hal yg sangat berbeda loh).
    Jawab: Yg jelas tergantung pd pilihannya, kalau memilih jalan Ketakwaan pasti akan mendapat reward (atau “beruntung” sbgmn difirmankan dlm ayat 9), dan sebaliknya, menjadi “merugi” (ayat 10) dan mendapat punishment apabila seseorang milih jalan Kefasikan.

    3. Bgmn hubungan perbuatan manusia dlm penghakiman Allah?
    Jawab: Saya meyakini bhw Penghakiman adalah sepenuhnya wewenang mutlak Allah SWT yg proses dan hasilnya mustahil didiskusikan manusia. Namun sejauh yg saya pahami ttg “hari pembalasan”, setiap perbuatan/langkah pasti akan membawa seseorang ke suatu titik pd jalan yg dipilihnya. Allah kelak “mengukur dan menimbang” langkah dan bobot perbuatan seseorang dimasa hidupnya, baik di jalan kefasikan maupun ketakwaannya. Bobot dan kedekatan thd “ujung jalan” itulah yg secara teoritis menuntun kemana seseorang bermuara kelak selain takdir Allah yg Maha Berkehendak.

    Kembali pd topik awal, pembicaraan kita sesungguhnya adalah ttg paradigma Kejujuran. Fanya terpancing memberikan komentar stlh membaca statement Om Par menyangkut Kejujuran yg bagi fanya terasa “aneh” yakni:

    “Sekarang bertanyalah pada diriAnda sebagai bagian dari kaum agama itu, adakah kejujuran pada diri ANDA ?…………,
    jika YA, Anda telah membohongi nurani, jika Tidak, Anda telah membohongi ideologi.” ……

    Lho…lho… merujuk pd kapasitas kata ganti “Anda”, yg paling tahu ttg diri FANYA (dhi “Anda”), adalah FANYA sendiri bukan?
    Ketika Fanya menjawab “YA” apakah itu salah?.
    It should be about my self, right? ajaibnya ketika FANYA atas anjuran Om Par, bertanya pd diri FANYA sendiri dan FANYA jawab YA —-> koq Om Par menetapkan bhw jawaban tsb membohongi nurani???
    …Whew… FANYA nih sgt kenal diri dan Nurani fanya krn sejak lahir hidup bersama Nurani FANYA sendiri (nggak pinjem Nurani Om khan?) dan Fanya yakin bhw dgn jawaban “YA” tsb justru fanya jujur pd nurani fanya! weleh..weleh…

    Lucunya lagi, statement Om itu dgn begitu berani menyatakan bhw kalau jawabnya TIDAK berarti bohongi ideologi (pancasila tho?).

    So, kalau bgt jawaban yg pas apa ya? hm…. mungkin …comsi-comsa monsieur, c’est la vie; ato suka-suka gue aje kalee.

    Pernyataan Om yg menurut fanya aneh, berani dan (kalee) jujur banget adalah:

    “Apakah jujur merupakan bagian dari kaum agama ?, tidak. Agama adalah moral, jadi kaum agamawi tidak akan pernah menyukai kejujuran.”

    Terlepas dari semua itu, fanya hormati dan hargai kebebasan seseorang utk memilih dan meyakini kebenarannya masing-masing. Maka dari itu ketika fanya melihat Om Par bersikukuh dgn validitas statement tsb, hehe… buat fanya sih terserah Om aja. Actually I just try to share my views regarding that issue, but I have no intention at all to argue it with any one, neither with you. OK?

    regards

    • parhobass Mei 31, 2010 / 10:43 am

      Mas Fanya;

      Anda berkata bahwa allah Anda yang memberi kesempurnaan, nah inti pertanyaan saya adalah lalu dimana letak perbuatan Anda? kalau ternyata allah Anda juga mengilhamkan sesuatu yang bertentangan dengan pemberian pertama,
      ilham taqwa bertentangan dengan ilham kefasikan, apakah kedua hal itu berada pada diri allah Anda?

      itu yang pertama

      yang kedua,
      bagaimana allah Anda, atau sebisa Anda mengetahui, menimbang perbuatan Anda? jika analogi Alkitab dipakai, maka penilaian TUHAN hanya 0 dan 100 persen, ketidaksempurnaan manusia di-100-persenkan oleh TUHAN, yang di dalam bahasa theologi disebut kasih karunia…

      Salam

      • Fanya Mei 31, 2010 / 6:36 pm

        @ Om Parhobass

        Mas Fanya;

        Anda berkata bahwa allah Anda yang memberi kesempurnaan, nah inti pertanyaan saya adalah lalu dimana letak perbuatan Anda? kalau ternyata allah Anda juga mengilhamkan sesuatu yang bertentangan dengan pemberian pertama,
        ilham taqwa bertentangan dengan ilham kefasikan, apakah kedua hal itu berada pada diri allah Anda?

        itu yang pertama

        ======

        jawab saya :

        Supaya mudah difahami fanya coba gunakan analogi penciptaan pesawat tempur Harrier deh dari BAE.
        Kesempurnaan yg diberikan pembuatnya a.l. fasilitas/kemampuan VSTOL, kec max diatas 1 mach, daya jelajah diatas 2000 km, peluru kendali-bom dsb. Pesawat Harrier ini ibaratnya adalah diri manusia.

        Pilot Harrier ibarat jiwa manusia,
        Ilham kefasikan adalah informasi/pengetahuan (knowledge) yg ditiupkan dan kemudian terpatri dlm nurani manusia mengenai berbagai wujud/bentuk/perbuatan/sifat fasik, yakni berbagai perbuatan buruk yg tidak diridlai Allah, a.l. ingkar, amarah, dusta, tamak, sombong, iri-dengki, kikir, syirik, culas dlsb.

        Ilham Ketakwaan adalah informasi/pengetahuan yg ditiupkan dan kemudian terpatri dlm nurani manusia mengenai berbagai berbagai wujud/bentuk/perbuatan/sifat takwa, yakni berbagai perbuatan baik yg diridlai Allah, a.l. patuh, sabar, jujur, peduli, rendah hati, dermawan, tauhid, adil dlsb.

        Jiwa manusia yg diciptakan Allah sempurna, dianugrahi kemampuan dan kebebasan utk menentukan jalan hidupnya sesuai kemauan ybs. Mungkin saja ybs memilih jalan kefasikan (sepenuhnya), ketakwaan (sepenuhnya) atau boleh jadi kombinasi dari kedua jalan tsb…..

        Sbgmana halnya pesawat Harrier yg “sempurna”, pergerakannya sgt tergantung “pilot” yg mengemudikannya. Apakah pswt tsb mau take off vertikal, diam mengapung di awang2, ngebut dgn kecepat diatas 1 mach, mau mengebom/menghancurkan lawan, atau digunakan sbg sarana kemanusiaan…. semua terpulang pd kepiawaian si pilot yg kelak pasti harus mempertanggung jawabkan seluruh tindakan dan perbuatan yg diambil berdasarkan keputusannya kpd “Sang Penguasa” manakala ybs kembali ke pangkalan….

        =====
        yang kedua,
        bagaimana allah Anda, atau sebisa Anda mengetahui, menimbang perbuatan Anda? jika analogi Alkitab dipakai, maka penilaian TUHAN hanya 0 dan 100 persen, ketidaksempurnaan manusia di-100-persenkan oleh TUHAN, yang di dalam bahasa theologi disebut kasih karunia…

        ======

        Jawab:

        Mungkin saja Allah (saya ulangi “mungkin saja” krn saya bukan Allah dan saya mustahil mengetahui “isi hati” Allah), menakar dusata dan kejujuran dgn hanya dgn skala 0% – 100% sbgmn diyakini oleh Om Parhob. Namun perlu diingat bhw dlm kehidupan manusia bisa terjadi berjuta perbuatan yg ada hubungannya dgn dusta dan kejujuran. Bisa saja secara keseluruhan seseorang menjalani hidupnya dgn 100% dusta + 0% jujur, atau sebaliknya 100% jujur + 0% dusta, atau 50% dusta + 50% jujur, atau tidak mustahil ybs (juga kita) bahkan tidak tahu persis berapa banyak dusta dan kejujuran yg pernah kita jalani……Namun Allah PASTI TAHU secara detil!

        So, terlepas berapa persen perbuatan 100% atau hanya 5% jujur yg seseorang perbuat terhadap sesamanya, namun ybs PASTI tahu tatkala ia berkata JUJUR atau Dusta, krn manusia mustahil bisa mendustai dirinya sendiri! karena dalam jiwa manusia bersemayam dan bahkan terpatri KEJUJURAN anugrah Allah swt!

        Itulah jawaban fanya, namun sangat dipersilahkan sekiranya Om Par tetap meyakini dan bersikukuh bhw dlm jiwa manusia TIDAK ADA KEJUJURAN. Monggo.

        wassalam

      • parhobass Juni 1, 2010 / 8:21 am

        @mas fanya,

        untuk yang pertama

        manusia itu mengalami pertumbuhan ke suatu arah, sedang pesawat itu sudah “finished”,…dan sedikit tidak nyambung dengan pertanyaan saya, tetapi mari kita ambil sisi yang lain saja sebelum saya perjelas pertanyaan saya…
        tetapi jika allah anda menciptakan Anda demikian itu hak allah Anda,…sebab memang banyak allah yang demikian…
        sebab kalau semua manusia terlahir sempurna (sejak kejatuhan manusia ke dalam dosa), maka betapa jahatnya allah Anda menyetujui orang-orang cacat lahir ke dunia ini…dan mengatakan itu sempurna…
        sehingga akan banyak pesawat2 yang rusak yang diterbangkan oleh pilot2 yang rada gila juga hehhehe

        nah pertanyaan saya adalah… sempurna itu apa? yang bagaimana yang sempurna yang diberikan allah Anda kepada semua manusia, sehingga perbuatan apa yang menjadikan tidak sempurna lagi?… apakah semua bayi sempurna sehingga orang dewasa tidak?, nah karena allah Anda mencetuskan sistem pahala, lalu dimana letak pahala itu diperhitungkan, koefisiennya gimana terhadap setiap pilihan manusia?, mungkin jawab Anda hanya allah yang tahu, bagi kita itu melelahkan… dan yang melelahkan itu selalu lahir dari pemikiran manusia….

        yang ke dua…
        mas fanya, saya ingatkan sekali lagi, perbuatan kejujuran itu pasti ada, kalau Anda ditanya sudah makan belum?, nah kalau ternyata Anda sudah makan, dan anda jawab YA, Anda itu jujur…. tetapi ada hal lain yang memaksa Anda untuk tidak belaku jujur,… dan hal lain itu biarpun hanya 1 berbanding 1000000 perbuatan kejujuran tadi, itu tetap meninggalkan NODA hitam, cap TIDAK JUJUR, atau stempel KETIDAKJUJURAN, itu yang saya sebut dari awal…
        nah ketika manusia itu ada kecenderungan cari selamat, maka kadang ia bisa menset bahwa BERBOHONG DEMI KEBAIKAN adalah sebuah TINDAKAN KEJUJURAN…. tetapi itu hanya akal2an yang melelahkan manusia itu sendiri….kalau ANDA berani tentu perbuatan BERBOHONG tetaplah harus dinyatakan BERBOHONG, tanpa harus menyelamatkan kata DEMI nyawaku atau demi KEbEnARAN si anu…. itu hanya nila setitik di dalam susu sebelanga….

        dan ada sedikit pertanyaan lagi dari uraian Anda di atas,
        apakah anda percaya bahwa jiwa manusia/roh sempurna terpenjara di dalam tubuh manusia yang tidak sempurna?
        ,… just courious….
        sebab ada sebuah aliran filsafat kuno seperti itu, kalau ngga salah mr aristoteles atau mr. plato (tetapi mungkin juga telah dipakai oleh agamawan2), mengatakan bahwa ROH/JIWA YANG SEMPURNA terpenjara di dalam TUBUH YANG TIDAK SEMPURNA,,,

        Salam

  25. Fanya Juni 2, 2010 / 6:57 am

    @ Om Par berkata ”

    “yang ke dua…
    mas fanya, saya ingatkan sekali lagi, perbuatan kejujuran itu pasti ada, kalau Anda ditanya sudah makan belum?, nah kalau ternyata Anda sudah makan, dan anda jawab YA, Anda itu jujur….”

    That’s it. I’m glad you finally get my point.
    Bahwa sekecil apapun, bahkan tatkala kehidupan seseorang senantiasa diisinya dgn dusta, dlm jiwa ybs pasti ada kejujuran….!

    Allah swt menciptakan segala sesuatu berpasangan: laki-perempuan; jantan-betina; baik-buruk; atas-bawah; kiri-kanan; benar-salah; pintar-bodoh….. dsb dsb.. tmsk DUSTA-JUJUR.

    Mustahil ada dusta tanpa ada kejujuran……

    Sebetulnya, itu poin saya vis a vis statement Om yg disadari atau tidak, tlh melibatkan semua pembaca tulisan/postingan Om yg berbunyi :

    “Sekarang bertanyalah pada diri Anda sebagai bagian dari kaum agama itu, adakah kejujuran pada diri anda ?, jika YA, Anda telah membohongi nurani, jika Tidak, Anda telah membohongi ideologi.

    ——–> darimana Om memperoleh kompetensi dan legalitas utk membuat judgement spt itu thdp para pembaca?

    Kalau saja Om Par tidak menulis judgement diatas, fanya gak peduli se-absurd apapun idea Om ttg apapun.

    Jika Om Par merasa ber-HAK atas judgement tsb, fanya yakin, Om Par juga mestinya paham bhw siapapun jg memiliki HAK YG SAMA spt Om bukan?.

    salam

    • parhobass Juni 2, 2010 / 7:06 am

      @mas fanya

      jangan memotong kalimat saya secara sembarangan sehingga maknanya hilang begitu saja, itu tidak baik buat kesehatan….

      salam

      note selengkapnya adalah:

      yang ke dua…
      mas fanya, saya ingatkan sekali lagi, perbuatan kejujuran itu pasti ada, kalau Anda ditanya sudah makan belum?, nah kalau ternyata Anda sudah makan, dan anda jawab YA, Anda itu jujur…. tetapi ada hal lain yang memaksa Anda untuk tidak belaku jujur,… dan hal lain itu biarpun hanya 1 berbanding 1000000 perbuatan kejujuran tadi, itu tetap meninggalkan NODA hitam, cap TIDAK JUJUR, atau stempel KETIDAKJUJURAN, itu yang saya sebut dari awal…
      nah ketika manusia itu ada kecenderungan cari selamat, maka kadang ia bisa menset bahwa BERBOHONG DEMI KEBAIKAN adalah sebuah TINDAKAN KEJUJURAN…. tetapi itu hanya akal2an yang melelahkan manusia itu sendiri….kalau ANDA berani tentu perbuatan BERBOHONG tetaplah harus dinyatakan BERBOHONG, tanpa harus menyelamatkan kata DEMI nyawaku atau demi KEbEnARAN si anu…. itu hanya nila setitik di dalam susu sebelanga….

      saya tekankan sekali lagi, di artikel di atas ada dua bentuk kejujuran.
      sudah saya argumentkan ke lovepassword,
      ada kejujuran yang berusaha dilakukan manusia, yang bersifat melelahkan manusia itu sendiri, dan ada KEJUJURAN yang dari TUHAN…
      nah kejujuran manusia itu persis seperti yang Anda utarakan dengan berbagai contohnya,… tetapi 0.00001 dari sekian perbuatan yang lain telah membuat manusia itu tetap ada KETIDAKJUJURAN yang membuat dia ada cap bukan kEjujURAN…

      salam

Tinggalkan Balasan ke lovepassword Batalkan balasan